TEORI ADMINISTRASI KLASIK

Teori adalah suatu representasi yang disederhanakan mengenai suatu bagian terbatas dari realitas (Pawar, 2009:1). Berdasarkan batasan ini, teori adalah usaha untuk menyediakan suatu representasi. Representasi digunakan untuk memberikan suatu gambaran yang tertata tentang beberapa fenomena di dunia nyata, sedemikian rupa sehingga kompleksitas dari fenomena riil direduksi di dalam representasi tersebut.  Teori hanya merepresentasikan suatu bagian dari fenomena dunia riil sehingga teori mempunyai ruanglingkup dan kondisi-kondisi yang membatasi. Definisi ini dipilih untuk mengakomodasi teori-teori deskriptif maupun teori-teori normatif.
Terdapat beragam cara yang digunakan oleh para analis dalam mengelompokkan teori administrasi publik klasik. Shafritz & Ott (1987:21) mengemukakan bahwa teori klasik adalah teori pertama di bidangnya, dianggap tradisional, dan terus menjadi basis di mana teori-teori berikutnya dibangun. Oleh karena itu, esensi pemahaman tentang teori klasik bukan saja karena kepentingan historisnya tetapi, yang paling penting adalah, karena asumsi dari analisis dan teori-teori berikutnya bersandar pada teori-teori klasik tersebut. Cara pendekatan yang banyak digunakan untuk menentukan yang mana teori klasik itu adalah pendekatan berdasarkan priode waktu.
Untuk mendukung argument tersebut, penulis mengidentifikasi lima kontributor teori administrasi publik klasik yang sering didiskusikan dalam literatur, yaitu: Frank J. Goodnow dan Leonald D. White, Max Weber, Frederick Winslow Taylor, Luther Gulick dan Lydall Urwick, dan Henri Fayol. Kontribusi teorinya akan diuraikan di bawah.

A.    Dikotomi Politik-Administrasi (Frank J. Goodnow dan Leonald D. White)
Tonggak sejarah yang dapat dipergunakan sebagai momentum dari fase paradigma I ini ialah tulisan dari Frank J Goodnow (penganut Wilsonian) dan Leonard D. White. Teori Goodnow merupakan literature klasik kedua mengenai studi administrasi publik. Goodnow adalah guru besar hukum administrasi negara pada Columbia University.
Di dalam bukunya politics and administration, yang ditulisnya pada tahun 1900 Frank Goodnow berpendapat bahwa ada dua fungsi pokok pemerintahan yang amat berbeda satu sama lain. Dua fungsi pokok tersebut ialah politik dan administrasi sebagai mana yang tertulis dalam judul bukunya. Politik menurut Goodnow harus membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan atau melahirkan keinginan-keinginan negara. Sementara administrasi diartikan sebagai hal yang harus berhubungan dengan pelaksanaan kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut. Sementara itu Leonard D. White mendefinisikan administrasi adalah suatu proses yang umum ada pada usaha kelompok-kelompok, baik pemerintah maupun swasta, baik sipil maupun militer, baik dalam ukuran besar maupun kecil. Pada tahun 1926 White menyatakan bahwa administrasi public harus ditransformasikan dari sebuah seni menjadi bidang ilmu sendiri.
Menurut Goodnow pemisahan kekuasaan memberikan dasar perbedaan antara politik administrasi. Badan legislatif dengan ditambah kemampuan penafsiran dari badan yudikatif mengemukakan keinginan-keinginan negara dan kebijaksanaan formal. Sedangkan badan eksekutif mengadministrasikan kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut secara adil dan tidak memihak kepada salah satu kekuatan politik.  
Menurut Goodnow, fungsi administrasi mencakup dua bentuk, yaitu: (a) administrasi peradilan, dan (b) administrasi pemerintah. Fungsi administrasi peradilan mencakup interpretasi kehendak negara. Fungsi ini dijalankan oleh otoritas yudisial yang sedikit banyak independen dari pembuat undang-undang. Fungsi administrasi pemerintah mencakup beberapa elemen, yaitu: (a) pemilihan legislator, (b) penunjukan hakim, (c) penunjukan petugas/pejabat, (d) pekerjaan perstatistikan, (e) pembentukan, perlindungan dan pengembangan organisasi pemerintah, dan (f) penegakan hukum.
Untuk menjamin pelaksanaan yang paling efisien dari kehendak negara maka fungsi administrasi pemerintah yang tunduk pada kontrol politik. Tetapi, yang tunduk pada kontrol politik hanyalah fungsi pelaksanaan peraturan dan hukum atau yang dapat disebut sebagai fungsi eksekutif, fungsi kuasi-yudisial, fungsi perstatistikan, dan fungsi pembentukan, perlindungan, dan pengembangan organisasi pemerintah. Fungsi administrasi peradilan tidak tunduk pada kontrol politik.  
Penekanan teori ini adalah pada locus-nya, yakni mempermasalahkan di mana seharusnya administrasi negara ini berada. Secara jelas, menurut Goodnow dan pengikut-pengikutnya, administrasi negara seharusnya berpusat pada birokrasi pemerintahan. Sementara itu, walaupun badan legislatif dan yudikatif mempunyai juga kegiatan administrasi dalam jumlah tertentu, namun fungsi pokok dan tanggung jawabnya tetap menyampaikan keinginan-keinginan negara. Inisial legitimasi yang konseptual tentang locus ini memberikan pusat pengertian atau definisi dari bidang administrasi. Selanjutnya dalam kaitannya dengan locus paradigma pertama ini ialah timbulnya suatu persoalan di antara kalangan akademisi dan praktisi mengenai dikotomi politik-administrasi.
Administrasi negara menerima perhatian yang besar dari beberapa sarjana pada periode ini, sebagai hasil adanya suatu gerakan pelayanan masyarakat umum (public service movement). Gerakan ini dilakukan oleh banyak universitas-universitas di bagian awal abad ini. Ilmu politik, sebagaimana isu yang dilaporkan tahun 1914 oleh komisi instruksi dalam pemerintah dari asosiasi ilmu politik Amerika (Committee on Instruction in Government of the American Political Science Association) menyatakan bahwa komisi ini sangat memikirkan tentang bagaimana melatih orang-orang, dan mempersiapkan mereka secara professional dalam bidang-bidang tertentu seperti misalnya; hukum, kewartawanan, ahli-ahli untuk jabatan-jabatan pemerintah, dan petugas-petugas riset. Dari sini jelaslah bahwa administrasi merupakan sub-bidang dari ilmu politik. Tahun 1912, suatu komisi mengenai latihan jabatan praktisi unutk pegawai-pegawai pemerintah dibentuk di bawah koordinasi dari APSA (American Political Science Association.-Asosiasi Ilmu Politik Amerika). Pada tahun 1914 dalam laporannya komisi tersebut memberikan rekomendasi bahwa di masa depan perlu didirikan fakultas-fakultas professional yang khusus untuk melatih administrator-administrator negara, dan titel (degree) teknis yang baru diberikan untuk tujuan tersebut.
Administrasi mulai mendapatkan legitimasi akademis pada tahun 1920-an. Pada tahun 1926 usaha yang amat terhormat dilakukan oleh Leonald White dengan menerbitkan bukunya yang terkenal Introduction to the study of public administration. Buku pertama yang secara keseluruhannya dipersembahkan untuk mengenalkan ilmu administrasi negara.
Hasil paradigma pertama ini memperkuat paham (nation) perbedaan dari dikotomi politik-administrasi. Paham perbedaan ini akan tampak jelas dengan cara menghubungkannya dengan suatu koresponden antara dikotomi nilai (value) dan practice. Dengan demikian, segala hal yang diteliti oleh administrasi negara di dalam lembaga eksekutif bagaimanapun  diwarnai dan diabsahkan (legitimized) dengan praktik dan ilmiah (practice and scientific). Sementara itu studio mengenai public policy-making dan masalah-masalah yang bergayutan telah mulai ditinggalkan oleh sarjana-sarjana ilmu politik. Pembagian daerah analisis antara administrasi negara dan ilmu politik selama masa orientasi locus ini tampanya mempunyai dampak yang panjang sampai sekarang ini. Hal ini dapat dilihat beberapa universitas di Amerika Serikat (kelihatannya diikuti oleh universitas-universitas di Indonesia) bahwa bidang administrasi negara itu di dalamnya diajarkan materi-materi seperti: teori organisasi, administrasi keuangan, administrasi kepegawaian, dan administrasi perbekalan. Sedangkan bidang ilmu politk diajarkan subjek-subjek. Teori pemerintahan, kepresidenan, poses pembuatan undang-undang, politik pemerintahan pusat dan daerah, perbandingan politik, hubungan internasional dan bayak hal lagi. Pengaruh kedua dari fase orientasi locus ini ialah isolasi administrasi negara dari bidang kajian lainnya seperti misalnya, administrasi perusahaan (business administration). Isolasi ini memberikan kosekuensi yang tidak menguntungkan, terutama sekali ketika bidang-bidang tersebut memulai penelitiannya terhadap sifat organisasi. Akhirnya, pengaruh lain yang sangat terasa ialah, karena penekanan administrasi negara pada “administrasi dan praktika” pada mulanya, maka usaha-usaha berikutnya adalah dipusatkan untuk memberikan fondasi prinsip-prinsip ilmiah pada administrasi tersebut. Hal ini merupakan suatu usaha yang tiada mudah pada awal perkembangan administrasi negara sebagai suatu ilmu.

B.     Birokrasi (Max Weber)
Max Weber (1864-1920) adalah ahli sosiologi Jerman, yang melakukan studi yang luas dan mendalam tentang perkembangan masyarakat pada masa-masa pertengahan modernisasi.
Weber menyebut definisi birokrasi adalah sebagai suatu daftar atau sejumlah daftar ciri-ciri yang sifat pentingnya yang relatif secara hubungannya satu sama lain telah banyak menimbulkan perdebatan. Paling mencolok diantara ciri-ciri ini ialah bidang-bidang kompetensi yang jelas batasnya, pelaksanaan tugas-tugas resmi secara terus menerus. Model birokrasi klasik (tipe ideal Weber), memiliki dua komponen dasar, yaitu kerangka organisasi dan cara-cara yang digunakan untuk mengatur orang-orang dalam organisasi. Dalam model ini, struktur dan manajemen berhubungan erat. Nilai-nilai yang dimaksimumkan adalah efisiensi dan efektivitas. Suatu hirarki pengendalian yang teratur dimana kemungkinan untuk naik pangkat memungkinkan dibuatnya suatu karier; pengangkatan dan kenaikan pangkat berdasarkan kriteria kemampuan (termasuk ijazah-ijazah pendidikan, ujian khusus dan prestasi dalam pekerjaan), pembuatan keputusan yang didasarkan atas catatan-catatan tertulis, gaji tetap, pemisahan jabatan dari hak milik pribadi pejabat, dan suatu gaya pengambilan keputusan yang terdiri atas, penerapan aturan-aturan umum pada kasus-kasus individual. Weber pada dasarnya mengatakan bahwa efisiensi sebagai norma birokrasi.
Model organisasi birokrasi yang dikembangkan oleh Max Weber itu pada awalnya sangat powerful untuk meningkatkan efisiensi organisasi. Sistem birokrasi terbukti mampu menciptakan keteraturan dan kerapian organisasi. Menurut Weber struktur birokrasi memiliki superioritas dibandingkan bentuk organisasi lainnya dalam hal ketetapan, stabilitas, disiplin yang ketat, dan keandalannya. Model organisasi birokrasi seperti ini memungkinkan pimpinan organisasi untuk menghitung hasil tindakan bawahan secara lebih mudah. Dalam pandangan Weber, organisasi dapat disamakan dengan sebuah mesin produksi, sehingga struktur organisasi bisa dibuat secara mekanistik. Paham birokrasi sebagai mesin produksi ini dikembangkan untuk menjawab persoalan yang hangat pada waktu itu. Pada waktu-waktu itu berkecamuk paham-paham mengurangi peran personal (personal subjugation), nepotisme, tidak dihargainya hubungan-hubungan kerja kemanusiaan, diagung-agungkan rasa subjektivitas, dan hal-hal yang sejenis lainnya. Birokrasi untuk menjawab dan memberikan reaksi terhadap paham-paham tersebut. itulah sebabnya birokrasi sangat cocok untuk zaman Revolusi Industri.
Untuk memperoleh keunggulan yang maksimal dari model birokrasi tersebut, Weber yakin  bahwa organisasi harus memiliki karakteristik berikut :
§  Semua tugas harus dibagi-bagi dalam suatu pekerjaan yang sesuai dengan spesialisasinya. Dengan demikian, harus dilakukan spesialisasi kerja. Dengan spesialisasi itu, pekerja akan menjadi ahli dengan pekerjaanya sehingga kinerja organisasi lebih optimal.
§  Semua tugas harus dilaksanakan berdasarkan sistem aturan dan prosedur untuk menjamin adanya keseragaman dan koordinasi yang baik atas tugas yang berbeda-beda.
§  Setiap pegawai atau unit organisasi bertanggung jawab atas kinerjanya hanya kepada satu orang manajer. Manajer memiliki otoritas dan kekuasaan penuh terhadap bawahannya karena keahliannya dan karena ditunjuk dari pimpinan pusat. Hal itu dimaksudkan agar terdapat rantai komando yang tegas dan tidak terputus.
§  Setiap pegawai organisasi berhubungan dengan pegawai lainnya serta pelanggannya secara tidak langsung, formal, menjaga jarak sosial dengan bawahan dan pelanggan. Tujuannya adalah agar persoalan kesukaan terhadap seseorang (favoritism) tidak mengganggu proses organisasi.
§  Pegawai dalam organisasi birokrasi harus didasarkan atas kualifikasi teknis dan dilindungi dari pemecatan secara sewenang-wenang. Promosi didasarkan atas senioritas dan prestasi. Pegawai dalam organisasi dipandang sebagai suatu karir seumur hidup dan oleh karenanya perlu ditimbulkan tingkat loyalitas yang tinggi.
Kesuksesan model organisasi birokrasi yang sangat mekanistik itu karena karakteristik struktur organisasi yang menekankan spesialisasi kerja, sentralisasi, dan organisasi yang formal yang berbasis fungsi dan departemen. Pada masa lalu, organisasi birokrasi seperti ini sangat sukses diterapkan di organisasi pemerintah maupun swasta. Contoh perusahaan yang sukses menerapkan model organisasi birokrasi adalah United Parcel Service (UPS) yang mampu menyaingi U.S.Post Office, meskipun U.S.Post Office menikmati subsidi dari pemerintah dan dibebaskan dari pembayaran pajak. Namun kisah sukses organisasi birokrasi itu kemudian diikuti dengan kisah kegagalan birokrasi yang mulai terjadi tahu 1950-an dan 1960-an. Organisasi yang pada awalnya bertujuan untuk memaksimalkan efisiensi organisasi itu justru menjadi tidak efisien. Ketidakefisienan birokrasi tersebut timbul dari konsepsi dirinya, yaitu sentralisasi, organisasi formal dengan sistem komando dan aturan. Setelah organisasi berkembang pesat dan semakin kompleks, sistem birokrasi justru menimbulkan masalah berupa kelambanan birokrasi, kaku, tidak fleksibel dan bertele-tele.    
Weber menyusun delapan proposisi tentang penyusunan sistem otoritas legal, yaitu :
1.      Tugas-tugas pejabat diorganisir berdasarkan aturan yang berkesinambungan
2.      Tugas-tugas tersebut dibagi berdasarkan bidang-bidang yang dibedakan menurut fungsi masing-masing dilengkapi dengan syarat otoritas dan sanksi-sanksi
3.      Jabatan-jabatan tersusun secara hirarki, hak-hak control dan complain diantara mereka secara terinci.
4.      Aturan-aturan yang sesuai dengan pekerjaan diarahkan baik teknis maupun secara legal
5.      Sumber daya organisasi sangat berbeda dengan yang berasal dari para anggota sebagai individu pribadi
6.      Pemegang jabatan tidak sesuai dengan jabatannya
7.      Administrasi didasarkan pada dokumen-dokumen tertulis
8.      Sistem otoritas legal dapat mengambil banyak bentuk, tetapi dilihat dari bentuk aslinya ialah di dalam sebuah staf administrasi birokratik.
Teori birokrasi oleh Max Weber, didasarkan pada teori struktural fungsional, yaitu teori yang melihat birokrasi sebagai suatu organisasi yang tersusun secara struktural berdasarkan pembagian fungsi yang rasional dan diisi oleh tenaga-tenaga profesionalisme sesuai fungsi yang diemban dan merupakan susunan hierarkis tertentu. Teori birokrasi inilah yang menjadi dasar dari teori pengangkatan pegawai dalam pemerintahan sipil atau disebut meriotkrasi di mana dengan menerapkan prinsip-prinsip merit sistem seperti keahlian yang dimiliki sesuai bidang kerja yang ditawarkan.
Selanjutnya konsep birokrasi ideal weber ada 7, yaitu :  
1.      Spesialisasi pekerjaan, yaitu semua pekerjaan dilakukan dalam kesederhanaan, rutinitas dan mendefinisikan tugas dengan baik.
2.      Hirarki kewenangan yang jelas yaitu sebuah struktur multi tingkat yang formal, dengan posisi hirarki atau jabatan, yang memastikan bahwa setiap jabatan yan lebih rendah berada di bawah supervisi dan kontrol dari yang lebih tinggi.
3.      Formalisasi yang tinggi, yaitu semua anggota organisasi diseleksi dalam basis kualifikasi yang didemonstrasikan dengan pelatihan, pendidikan atau latihan formal.
4.      Pengambilan keputusan mengenai penempatan pegawai yang didasarkan atas kemampuan, yaitu keputusan tentang seleksi dan promosi didasarkan atas kualifikasi teknis, kemampuan dan prestasi para calon.
5.      Bersifat tidak pribadi (impersonalitas), yaitu sanksi-sanksi diterapkan secara seragam dan tanpa perasaan pribadi untuk menghindari keterlibatan dengan kepribadian individual dan preferensi pribadi para anggota.
6.      Jejak karier bagi para pegawai, yaitu para pegawai diharapkan mengejar karier dalam organisasi. Sebagai imbalan atas komitmen terhadap karier tersebut, para pegawai mempunyai masa jabatan; artinya mereka akan dipertahankan meskipun mereka “kehabisan tenaga” atau jika kepandaiannya tidak terpakai lagi.
7.      Kehidupan organisasi yang dipisahkan dengan jelas dari kehidupan pribadi, yaitu pejabat tidak bebas menggunakan jabatannya untuk keperluan dan kepentingan pribadinya termasuk keluarganya.
Tipe ideal birokrasi weberian tersebut di atas, sampai saat ini belum terimplementasi secara ideal sebagaimana yang diharapkan weber. Misalnya persyaratan tentang pengangkatan pejabat dalam jabatan tertentu, harus didasarkan pada profesionalisme, akan tetapi belum menjadi sebagai realita, justru yang terjadi adalah sebaliknya, pejabat diangkat berdasarkan kepentingan yang mengangkatnya. Ketika pejabat yang diangkat tidak mampu memenuhi pengangkatnya, maka pejabat tersebut dengan mudah dimutasi dan bahkan didemosi. Dalam artian bahwa pejabat yang diangkat bukan karena sistem karier atau merit, tetapi didasarkan pada nepotisme.
Teori Weber mengatakan bahwa satu-satunya cara bagi masyarakat modern untuk mengoperasikan secara efektif konsep ideal tersebut di atas ialah dengan mengorganisasikan spesialis-spesialis birokrasi yang fungsional dan terlatih. Modernitas adalah masalah kehidupan modern yang paling menentukan, yaitu perkembangan rasionalitas formal dengan mengorbankan tipe rasionalitas lain dan mengakibatkan munculya kerangkeng besi raionalitas. Manusia semakin terpenjara dalam kerangkeng besi ini dan akibatnya semakin tak mampu mengungkapkan beberapa ciri kemanusiaan mereka yang paling mendasar.   
Weber sebenarnya memperhitungkan tiga elemen pokok dalam konsep birokrasinya, yaitu : (1) birokrasi dipandang sebagai instrument teknis, (2) birokrasi dipandang sebagai kekuatan independent, (3) birokrasi dipandang mampu keluar dari fungsinya yang sebenarnya karena anggotanya cenderung berasal dari kelas sosial yang partikular.
Max Weber menggunakan istilah karisma untuk menjelaskan sebuah bentuk pengaruh yang didasarkan bukan atas tradisi atau kewenangan, namun atas persepsi para pengikut bahwa pemimpin tersebut dikaruniakan dengan kemampuan-kemampuan yang luar biasa. Menurut Weber karisma terjadi bilamana terdapat suatu krisis sosial, yang pada krisis itu, seorang pemimpin dengan kemampuan pribadi yang luar biasa tampil dengan sebuah visi yang radikal yang memberi suatu pemecahan terhadap krisis tersebut, dan pemimpin menarik perhatian para pengikut yang pecaya pada visi itu dan merasakan bahwa pemimpin tersebut sangat luar biasa.  
Model birokrasi Weber memang tidak memberi kesempatan “informalitas” masuk ke dalamnya. Sehingga organisasi di atur sebagai mesin yang bergerak menurut aturan-aturan yang sudah ditentukan. Barangkali dengan kejadian seperti inilah maka dalam administrasi negara mulai diketengahkan pikiran-pikiran baru untuk memperhalus birokrasi.
Pandangan klasik tentang organisasi dinyatakan oleh Max Weber dengan mendemonstrasikan pendapatnya mengenai birokrasi. Weber membedakan suatu kelompok kerja sama dengan organisasi kemasyarakatan. Menurut dia kelompok kerja sama adalah suatu tata hubungan sosial yang dihubungkan dan dibatasi oleh aturan-aturan. Aturan-aturan ini sejauh mungkin dapat memaksa seseorang untuk melakukan kerja sebagai suatu fungsinya yang ajek, baik dilakukan oleh pimpinan maupun oleh pegawai-pegawai administrasi lainnya.
Aspek dari pengertian yang dikemukakan oleh Weber ini ialah bahwa suatu organisasi atau kelompok kerja sama ini mempunyai unsur-unsur properties sebagai berikut:  
1.      Organisasi merupakan tata hubungan sosial. Dalam hal ini seseorang individu melakukan proses interaksi sesamanya di dalam organisasi tersebut.
2.      Organisasi mempunyai batasan-batasan tertentu (bounderies). Dengan demikian, seseorang individu yang melakukan hubungan interaksi dengan lainnya tidak didasarkan atas kemauan sendiri. Akan tetapi mereka dibatasi oleh peraturan-peraturan tertentu. 
3.      Organisasi merupakan suatu kumpulan tata aturan, yang bisa membedakan suatu organisasi dengan kumpulan-kumpulan kemasyarakatan. Tata atutan ini menyusun proses interaksi di antara orang-orang yang bekerja sama di dalamnya, sehingga interaksi tersebut tidak muncul begitu saja.
4.      Organisasi merupakan suatu kerangka hubungan yang berstruktur yang di dalamnya berisi wewenang, tanggung jawab, dan pembagian kerja untuk menjalankan sesuatu fungsi tertentu. Istilah lain dari unsur ini ialah terdapatnya hierarki (hierarchy). Konsekuensi dari adanya hierarki ini adalah bahwa di dalam organisasi ada pimpinan atau kepala dan bawahan atau staf.
Aspek lain yang barangkali sangat penting dikemukakan di sini, bahwa Weber memberikan tambahan kriteria organisasi dilihat dari sifat kerja sama yang dilakukan orang-orang tersebut. sifat kerja sama dalam organisasi lebih bercorak kerja sama asosiatif, dan bukannya kerja sama yang communal atau kerja sama seperti dalam keluarga. 
Birokrasi Max Weber mempersyaratkan terciptanya keadaan yang stabil, teratur, mapan, mempola, dan kondisi yang bisa diramalkan sebelumnya. Persyaratan ini akan memperjelas karakteristik birokrasi Weber. Dan jika syarat ini yang dipertahankan, maka birokrasi tidak akan mampu menghadapi perubahan keadaan seperti yang dilukiskan tersebut.
Sisi Positif Model Birokrasi Weber
Weber memiliki visi birokrasi sebagai organisasi untuk melayani aktivitas kehidupan modern dan demokratis. Kehidupan modern umumnya bersifat metropolitan, multirasial, dan sarat dengan berbagai peraturan formal. Kehidupan modern juga umumnya bersifat massal dan memiliki struktur yang semakin lama semakin kompleks. Kehidupan demokratis bukanlah kehidupan bebas tanpa batasan sama sekali. Sebaliknya kehidupan demokratis adalah kehidupan yang dibatasi dengan komitmen dan sukarela untuk mencapai tujuan bersama. Ketika para pemimpin dipilih secara demokratis, pada saat itulah rakyat memberikan dirinya untuk rela dipimpin oleh yang dipilih mayoritas.
Karakteristik-karakteristik birokrasi ideal Weber, akan memampukan birokrasi memiliki daya stabilitas yang sangat tinggi, karena para birokrat diputuskan berdasarkan pertimbangan obyektif, para birokrat dilindungi dari kesewenangan hukum, masa depan birokrat juga relatif terjamin. Struktur birokrasi juga kompleks dan formal serta berdasarkan dokumen-dokumen resmi, akan menghindarkan birokrasi penyalahgunaan wewenang baik oleh birokrat karier atau oleh para politisi yang berkuasa untuk sementara. Dapat dikatakan bahwa model birokrasi Weber adalah antisipasi Weber untuk menghadapi kehidupan modern yang demokratis.
Sekalipun dirancang untuk melayani kehidupan modern di negara-negara demokratis, birokrasi Weber juga dapat diterapkan di negara-negara yang berbentuk kerajaan atau bahkan otoriter. Bila para birokrat dipilih dan ditempatkan sesuai dengan prinsip-prinsip Weber, maka para penguasa politik dapat saja menikmati manfaat dari mesin pengambilan keputusan yang sangat efisien.
Sifat netral birokrasi, akan memampukan birokrasi bekerja tanpa tergantung pada figur atau kelompok dominan. Hal ini memungkinkan birokrasi berfungsi sebagai alat atau mesin yang menghubungkan keadaan saat ini dengan masa depan, tanpa dipengaruhi oleh perkembangan politik. Sifat netral birokrasi juga akan memungkinkan pelayanan yang bersifat adil dan efisien.  
Sisi Negatif Model Birokrasi Weber
Kelemahan pertama dari model birokrasi Weber adalah terlalu menyederhanakan realitas struktur sosial kemasyarakatan. Walaupun sangat tidak diinginkan, realitas struktur kemasyarakatan cenderung menjauhi dunia ideal Weber. Misalnya, ada masyarakat yang pelapisannya berdasarkan keturunan (kasta), dimana  sebagian besar rakyat berada dalam lapisan kasta paling rendah. Ada juga struktur sosial yang senantiasa didominasi oleh kelompok–kelompok tertentu, entah berdasarkan agama, etnis, kelompok usaha dan garis keturunan bangsawan.
Kelemahan kedua dari model birokrasi Weber adalah karakteristik formalisme birokrasi, sering kali lebih dikendalikan oleh hubungan-hubungan informal. Akibatnya banyak keputusan-keputusan yang diambil adalah sah secara legal, tetapi bertentangan dengan perikemanusiaan dan keadilan.
Kelemahan ketiga adalah birokrasi Weber mempunyai potensi dehumanisasi, karena birokrasi sifatnya tidak fleksibel dan terlalu prosedural.
Kelemahan keempat, tidak tumbuhnya rasa memiliki dikalangan birokrat. Hal ini disebabkan birokrasi difungsikan hanya sebagai pelayan kekuasaan dan pelayan rakyat. Birokrat juga cenderung akan mengalami kejenuhan karena tekanan pekerjaan dan formalitas.
Kelemahan kelima adalah birokrasi dipersiapkan hanya untuk melayani pekerjaan-pekerjaan rutin. Karena itu birokrasi sering kali tidak sensitif dan tidak mampu merespons dengan cepat, perubahan yang terjadi di dalam masyarakat.
C.    Manajemen Ilmiah (Frederick Winslow Taylor)
F.W. Taylor lahir 20 Maret 1856 dan meninggal 21 Maret 1915 pada umur 59 tahun dia menjadi seorang insinyur mekanik asal Amerika Serikat yang terkenal atas usahanya meningkatkan efesiensi industry. F.W. Taylor disebut sebagai bapak ilmiah (father of scientific management), beliau menggunakan pendekatan karena pengalamannya mendasarkan analisanya atas operative management (manajemen operatif). Penelitian ilmiah dalam menggunakan analisis rasional yang dilakukan oleh Taylor terhadap manajemen ilmiah, melahirkan pembagian fungsi, sistem kerja dan prosedur kerja.
Taylor sebagai pelopor dari “Gerakan Management Ilmiah” dalam hasil penelitian selanjutnya ternyata menegaskan bahwa unutk mencapai produktivitas yang tinggi dan efisiensi dalam produksi, perhatian utama hendaknya ditujukan kepada “people in their work situation”. Pentingnya mesin dalam produksi, sama pentingnya dengan pekerjaan yang baik” dalam menjalankan produksi. Oleh karena itu, perhatian hendaknya lebih besar diberikan kepada para pekerja dan cara bekerjanya daripada waktu sebelumnya. Dalam hal ini Taylor memandang masalah manusia sebagai bagian dari masalah produksi dan efisiensi tekniklah yang pertama-tama menaikkan produksi. 
Taylor mendasarkan sistem manajemennya pada penelitian waktu kerja (time studies) di bagian produksi tempat ia bekerja. Pendekatan ini menandai awal yang sebenarnya dari manajemen ilmiah. Bukannya berdasarkan pada cara-cara bekerja tradisional, Taylor menganalisis dan mengukur waktu gerakan-gerakan yan dilakukan oleh buruh pabrik baja dalam serangkaian pekerjaan. Dengan penelitian waktu sebagai dasarnya, Taylor dapat memecahkan setiap pekerjaan ke dalam komponen-komponennya dan merancang cara pengerjaan yang tercepat dan terbaik untuk setiap pekerjaan. Dengan demikian ia menentukan seberapa pekerja akan dapat bekerja dengan peralatan dan bahan yang tersedia.
Walaupun metoda Taylor Menghasilkan peningkatan-peningkatan produktivitas dan upah yang lebih tinggi pada keadaan tertentu, pekerja dan serikat buruh mulai menentang pendekatannya. Seperti para pekerja di Midvale, mereka takut bahwa pekerja yang bekerja lebih keras atau lebih cepat akan cepat menghabiskan pekerjaan apapun yang tersedia dan akan berakibat pemberhentian pekerja. Kenyataan bahwa para pekerja telah diberhentikan di perusahaan Simonds dan organisasi lain yang menggunakan metoda Taylor menyebabkan kekhawatiran itu. Dengan tersebarnya gagasan Taylor, penentang pun berkembang. Makin banyak pekerja menjadi yakin bahwa meraka akan kehilangan pekerjaan apabila metoda Taylor digunakan.
Namun Taylor menjelaskan filsafatnya, ia berkata bahwa gagasannya itu berdasarkan empat prinsip :
1.      Perkembangan manajemen ilmiah yang sederhana, sehingga misalnya metoda yang terbaik untuk melakukan setiap pekerjaan dapat ditentukan.
2.      Pemilihan yang ilmiah terhadap, sehingga setiap pekerja dapat diberi tanggungjawab atas tugas yang paling cocok baginya.
3.      Pendidikan dan pengembangan ilmiah untuk para pekerja.
4.      Kerjasama yang erat dan bersahabat diantara manajemen dan pekerja
Taylor mengatakan bahwa agar supaya prinsip itu dapat berhasil, dibutuhkan suatu “revolusi mental menyeluruh” di pihak manajemen dan pekerja. Dari pada bertengkar mengenai keuntugan masing-masing, mereka harus bersama-sama berusaha menaikan produksi. Dengan jalan itu, keuntungan akan ditingkatkan sampai ke tingkat di mana pekerja dan manajemen tidak akan berselisih. Singkatnya Taylor berpendapat bahwa manajemen dan pekerja mampunyai kesamaan kepentingan dalam meningkatkan produktivitas.
Taylor dengan teorinya melakukan penganalisaan dan menekankan pada struktur organisasi mulai dari para pekerja terendah dalam organisasi serta menganalisis struktur organisasi mulai dari pimpinan teratas sampai yang terendah. Dalam hal itu, yaitu dengan memotivasi. Dari sinilah mulai berkembang teori baru yang menempatkan posisi manusia sebagai hal yang menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
Teori struktural fungsional dalam kajian administrasi mengabaikan posisi manusia yang berada di belakang kegiatan baik itu kegiatan manajemen maupun kegiatan administrasi. Hal ini terbukti dengan penelitian Taylor yang menegaskan bahwa : “ produktivitas tidak saja ditentukan oleh hubungan kewenangan yang terjalin secara rasional dalam organisasi, tidak juga disebabkan oleh prosedur kerja yang berlaku sebab semakin tinggi insentif yang diberikan kepada seseorang pekerja dengan mengabaikan nilai-nilai harkat dan martabat kemanusiaan, semakin menurun tingkat produktivitas yang dicapai, walaupun dalam asumsi awal bahwa kenaikan insentif secara rasio akan diikuti oleh kenaikan produktivitas melalui legislasi yang disebut “time and motion study”
Taylor merumuskan prinsip-prinsip administrasi dan manajemen yaitu planning, organizing, actuating, controlling (POAC). Fungsi-fungsi ini merupakan hasil pengamatan Taylor terhadap pencapaian hasil organisasi melalui “time and motion study”.
F.W Taylor menyatakan bahwa pengendalian merupakan bentuk ilmiah dari manajemen. Sebelumnya manajemen dipahami sebagai seni semata-mata. Namun ternyata manajemen bisa dipelajari melalui pendekatan ilmiah. Pengendalian manajemen meliputi beberapa aktivitas, yaitu:
1.      Perencanaan aktivitas yang akan dilakukan organisasi
2.      Pengkoordinasian aktivitas berbagai bagian organisasi
3.      Pengkomunikasian informasi ke seluruh bagian organisasi
4.      Evaluasi terhadap informasi
5.      Pembuatan keputusan
6.      Mempengaruhi orang-orang dalam organisasi untuk mengubah perilaku.  

D.    Manajemen Administrasi (Luther Gullick/Lyndall Urwick)
Luther Halsey Gulick (1892-1993) adalah seorang ilmuwan politik Amerika, Eaton Profesor Municipal Sains dan Administrasi di Universitas Colombia, dan Direkturnya Instutute of Public Administration, yang dikenal sebagai seorang ahli administrasi publik.
Luther Halsey Gulick lahir 17 Januari 1892 di Osaka, Jepang. Luther Gulick lulus dari Oberlin College pada tahun 1914 dan menerima gelar Ph.D. dari Columbia University pada tahun 1920. Gulick mengajar di Columbia 1931-1942, di mana ia diangkat Eaton Profesor Municipal Sains dan Administrasi. Pada tahun 1921 ia menjadi presiden yang Lembaga Administrasi Negara dan menjabat sampai 1962. Dia kemudian menjadi ketua dan menjabat sampai tahun 1982. Dari 1936-1938 ia menjabat di komite tiga anggota Pengelolaan Administrasi (lebih dikenal sebagai komite Brownlow) di 1937 ditunjuk oleh presiden Franklin D. Roosevelt untuk membenahi cabang eksekutif dari pemerintah federal. Dari tahun 1954 hingga 1956, ia menjabat sebagai administrator kota New York City. Dia pensiun pada tahun 1961. Dia meninggal 10 januari 1993 di Greensboro, Vermont.
Lyndall Fownes Urwick (3 Maret 1891 - 5 Desember 1983) adalah seorang konsultan manajemen Inggris dan pemikir bisnis. Dia diakui untuk mengintegrasikan ide-ide dari teori sebelumnya seperti Henri Fayol menjadi sebuah teori komprehensif administrasi manajemen. Dia menulis sebuah buku berpengaruh berjudul The Elements of Business Administration, yang diterbitkan pada tahun 1943.  Ia mendirikan jurnal akademik Administrative Science Quarterly yang dibuatnya bersama Luther Gullick Tonggak utama dari era ini tentu saja adalah munculnya artikel L. Gulick (1937) yang berjudul Notes on the Theory of Organization, Professor Gullick mengemukakan suatu istilah singkatan kata POSDCORB (Planning, Organizing, Staffing, Directing, Co-ordinating, Reporting dan Budgeting) sebagai suatu jembatan untuk mengingat-ingat fungsi-sungsi eksecutive di dalam administrasi
Tahun 1937 Luther H. Gulick dan Lyndall Urwick mengemukakan tulisannya Paper on the Science of Administration. Tulisan ini sebenarnya adalah laporan yang dibuatnya pada komisi presiden untuk administrasi. Pada waktu Gulick dan Urwick merupakan orang kepercayaan dari Presidden Franklin D. Toosevelt.
Menurut Gulick manajemen telah memenuhi persyaratan untuk disebutkan biang ilmu pengetahuan, karena telah dipelajari untuk waktu yang lama dan telah diorganisasi menjadi suatu rangkaian teori. Teori-teori ini masih terlalu umum dan subjektif. Tetapi teori manajemn selalu diuji dalam praktek, sehingga manjemen sebagai ilmu akan terus berkembang. Hubungan antara teori dan praktek manajemen dapat dijelaskan bahwa prakter manajemen seharusnya selalu didasarkan atas prinsip-prinsip teori. Hubungan tersebut adalah praktek -> menimbulkan suatu teori ->menghasilkan prinsip-prinsip -> yang akan menajdi kaidah-kaidah -> dasar pengembangan kegiatan manjemen dalam praktek.
Menurut Gulick dan Urwick prinsip adalah amat penting bagi administrasi sebagai suatu ilmu. Adapun letak di mana prinsip itu akan dipakai tidak begitu penting. Focus memegang peranan penting dibandingkan atas locus.  Prinsip administrasi yang terkenal dari Gullick dan Urwick adalah POSDCORB (planning, organization, staffing, directing, coordinating reporting, buggeting). POSDCORB adalah akronim banyak digunakan dalam bidang manajemen dan administrasi publik yang mencerminkan pandangan klasik manjemen administrasi. Sebagian besar diambil dari karya industrialis Prancis Henri Fayol, pertama kali muncul dalam sebuah kertas 1937 staf dengan Luther Gulick dan Lyndall Urwick ditulis untuk komite Brownlow. Walaupun sebagian besar orang menamakan masa-masa ini adalah masa “Ortodok Kesiangan” bagi administrasi negara. Akan tetapi, inilah ciri yang bisa diteliti dari paradigma kedua.
Proses manajemen tidak harus selalu megikuti POSDCORB karena dalam berbagai situasi urutan proses akan tergantung pada waktu dan kondisi setempat. Adapun fungsi manajemen menurut Gulick, yang diterapkan dalam bidang perpustakaan adalah :
1.      Perencanaan (Planning)
Salah satu tugas kepala perpustakaan ialah membuat perencanaan. Rencana adalah tindakan yang direncanakan atau diproyeksikan pada masa mendatang. Perencanaan memerlukan pengetahuan yang luas serta pengalaman. Hasilnya akan Nampak pada keputusan apa saja yang dilakukan serta metode pelaksanaan untuk mencapai sasaran.
Perencanaan yang sistematis mencakup langkah seperti :
a.       Pengenalan masalah serta langkah yang diperlukan untuk mengatasinya
b.      Mengumpulkan informasi mengenai masalah yang dihadapi
c.       Menilai berbagai pemecahan alternative serta metode pelaksanaan untuk memecahkan masalah
d.      Pengambilan keputusan untuk bertindak
e.       Evaluasi pemecahan masalah berdasarkan pengalaman.
2.      Pengorganisasian (Organizing)
Organisasi berarti menyusun struktur kekuasaan formal. Dengan batasan jelas dan dikoordinsi untuk mencapai objek tertentu. Objek ini dicapai dengan gabungan usaha berbagai spesialis dalam organisasi. Menyangkut perpustakaan, pola organisasi perpustakaan berbeda antara satu perpustakaan dengan perpustakaan lain tergantung pada :  
a.       Tujuan perpustakaan
b.      Sistem pemakaian
c.       Jenis staf perpustakaan
d.      Jenis dokumen
e.       Gedung perpustakaan
f.       Sikap pemimpin terhadap perpustakaan
g.      Pandangan hidup kepala perpustakaan.
Dalam pemilihan pola organisasi perpustakaan, biasanya dipilih antara administrasi dan jasa terpusat (sentralisasi) dengan desentralisasi.
3.      Kepegawaian (Staffing)
Kepegawaian merupakan keseluruhan fungsi personil yang mencakup :
a.       Kesempatan kerja san pelatihan karyawan
b.      Pemantapan lingkungan kerja yang menyenangkan untuk melaksanakn tugas.
Tujuan program staffing adalah menempatkan karyawan yang efisien dalam jumlah cukup, yang masing-masing mempu melaksanakan tujuan perpustakaan. Dan perlu dikembangkan kemampuan mereka sebaik mungkin. Filosofi perpustakaan, kebijakan, dan prosedur menyangkut program staffing perlu dipahami dan dilaksanakan aebaik mungkin pada semua tingkat manajemen.
4.      Pelaksanaan (Directing)
Pelaksanaan tidak akan berlangsung terkecuali telah diambil keputusan memulai pelaksanaan serta melanjutkannya. Pelaksanaan ini memerlukan pengarahan. Pengarahan merupakan tugas berkesinambungan arti pengambil keputuasn dan menyatukannya dalam perintah umum dan khusus serta melaksanakan perintah ini. Administrasi perpustakaan seperti kepala perpustakaan atau wakilnya diharapkan terus-menerus mengeluarkan  perintah yang mendasari kebijakan perpustakaan. Pengarahan atau directing merupakan proses kompleks menyangkut semua yang dilaksanakan dengan semestinya oleh semua karyawan. Pengarahan merupakan salah satu tantangan bagi para manajer.  
Pengambilan keputusan merupakan bagian penting dari pengarahan. Pengambilan keputuan mencakup langkah seperti berikut :
a.       Mencari kesempatan yang tepat untuk mengambil keputusan (kegiatan inteligensi)
b.      Mencari berbagai kemungkinan tindakan (kegiatan desain), dan
c.       Memilih berbagai tindakan (kegiatan pilihan).
5.      Koordinasi (Coordinating)
Pengkoordinasian menyangkut pengaitan berbagai bagian organisasi untuk mencapai pelaksanaan (operator) yang harmonis. Ini merupakan penyesuaian terus-menerus akan berbagai bagian organisasi satu dengan lainnya; dengan demikian semua prosedur, operasi, dan kegiatan mengarah ke sumbangan maksimum terhadap organisasi. Pada sistem perpustakaan, pengkoordinasia mungkin mengacu pada organisasi sebagai keseluruhan atau terhadap setiap unit. Sebagai contoh bila kegiatan pengkatalogan dengan referensi tidak dikoordinasi maka akan terdapat kegiatan yang tidak saling mengisi sehingga tidak sesuai dengan tujuan perpustakaan. Misalnya bagian pengkatalogan perlu menjelaskan akses pada catalog melalui pengarang, judul dan subjek (disertai penjelasan daftar tajuk subjek yang digunakan). Berdasarkan informasi ini maka bagian referensi akan membantu pemakai serta pihak referensi sendiri bagaimana menemukan informasi secara cepat, tepat dan murah pada catalog perpustakaan.
Bahwa semakin besar organisasi perpustakaan semakin besar keperluan koordinasi. Koordinasi hendaknya tumbuh dari kesadaran staf perpustakaan dan bersifat sukarela, bukannya dipaksakan.
6.      Pelaporan (Reporting)
Gullick menyatakan bahwa reporting adalah … keeping those to whom executive is responsible informed as to what is going on, which thus includes keeping himself and his subordinates informed through records, research and inspection. Melalui pelaporan maka kepala perpustakaan melaporkan untuk kerja dan kebutuhan perpustakaan terhadap pimpinan yang lebih tinggi. Dengan menggunakan dokumen dan hasil penelitian, kepala perpustakaan mengumpulkan data. Berdasarkan data ini, kepala perpustakaan mampu menunjukkan pada pimpinan seberapa jauh kinerja perpustakaan sekaligus membuktikan efesiensi keseluruhan perpustakaan.
Pelaporan pada umunya mungkin dapat disebut sebagai hubungan masyarakat atau public relations. Kegiatan hubungan kemasyarakatan ini merupakan penghubung antara masyarakat dengan perpustakaan.
Pelaporan sering digunakan sebagai proses untuk menilai posedur dan jasa perpustakaan. Pustakawan menggunakan pelaporan sebagai media karena pelaporan merupakan proses terus-menerus. Biaya pelaporan lazimnya diambilkan dari biaya perpustakaan sehingga tidak memberatkan beban pustakawan.
7.      Penganggaran (Badgeting)
Penganggaran merupakan alat manajemen yang efektif elama penentuan dan pembuatan anggaran, berbagai kebutuhan dan sumber perpustakaan dapat ditinjau dan dinilai. Perencanaan cermat, akuntansi dan control amat diperlukan dalam penganggaran.
Kepala perpustakaan harus menguji kebutuhan perpustakaan atas dasar kontinuitas, artinya tidak terpaku pada kegiatan tahun per tahun. Dengan demikian kepala perpustakaan harus mampu membimbing, mengarahkan, dan ikut serta dalam menetukan anggaran.
Unsur proses manajemen merupakan hal penting karena memberi kagiatan yang dilakukan pihak manajemen dalam situasi kerja. Topik yang dihadapi manajemen mungkin berbeda namun prosesnya tetap sama saja.
Menurut Gulik, organisasi sebagai suatu cara koordinasi membutuhkan pengembangan suatu sistem otoritas di mana maksud atau tujuan utama dari suatu usaha publik diterjemahkan ke dalam realitas melalui kombinasi usaha dari sejumlah spesialis, masing-masing mengerjakan bidangnya sendiri pada tempat dan waktu yang tertentu. Prinsip fungsional menurut Gulik merupakan bagian dari proses departementalisasi yang mencakup tiga langkah: identifikasi tugas dasar, penunjukan direktur untuk mengawasi apakah tugas telah dilaksanakan, dan menentukan jumlah dan sifat unit-unit kerja untuk keperluan pembagian tugas. Agensi-agensi pemerintah dapat didepartementalisasi berdasarkan tujuan, proses, person, dan tempat. Selanjutnya, prinsip skalar merefleksikan langkah keempat atau setelah departementalisasi. Prinsip skalar tercermin dari bagan organisasi yang menggambarkan rentang kendali setiap manajer dan mengindikasikan siapa melapor ke siapa di dalam hirarki organisasi. Prinsip skalar ini mencerminkan pengembangan serta penyempurnaan struktur otoritas di antara direktur dengan sub-sub divisi.
E.     Administrasi Umum (Henry Fayol)
Henry Fayol lahir di Istanbul 1841 dan meninggal di Paris 1925. Beliau adalah seorang industrial yang merupakan penyumbang utama teori administrasi. Henry Fayol disebut sebagai bapak administrasi (father of modern operational management theory), Fayol menggunakan pendekatan berdasarkan atas administrative management (manajemen administrasi). Manajemen administrasi adalah suatu pendekatan dari pimpinan atas sampai pada tingkat pimpinan yang terbawah. Maksudnya bahwa keberhasilan organisasi untuk meningkatkan produksi tergantung pada kemampuan pimpina teratas dalam organisasi, yakni bagaimana menggerakkan dan mengarahkan pimpinan tingkat menengah organisasi tergantung pada kemampuan pimpinan teratas untuk memengaruhi bawahan agar mereka melaksanakan pekerjaan yang diberikan dengan baik. Fayol adalah seorang insinyur bangsa Perancis yang bekerja pada industry pertambangan. Berdasarkan studinya ia menarik kesimpulan bahwa prinsip-prinsip pokok administrasi dapat diterapkan pada semua bentuk organisasi. Fayol berpengalaman sebagai pekerja teknik kemudian menjadi pimpinan umum dari suatu perusahaan pertambangan pada tahun 1888. Permasalahan yang dihadapi oleh Fayol ialah bagaimana ia dapat menyelamatkan suatu perusahaan pertambangan yang menghadapi kebangkrutan
Untuk menghadapi masalah kebangkrutan tersebut Fayol mencoba metode-metode pekerjaan dan perencanaan pekerjaan. Kemudia akhirnya sampai pada kesimpulan yang bersifat ilmiah atas dasar penelitian serta pengalamannya sebagai penanggung jawab dalam perusahaan tersebut. hasil karya ilmiahnya yang utama ialah Administration Industrielle et Generalle (General and Industrial Administration), setelah pensiun dalam usia 72 tahun ia mencurahkan diri dari sisa hidupnya dengan mendirikan pusat studi Administrasi dan mencoba untuk menerapkan idenya pada administrasi public di Perancis.
Fayol memberi tiga sumbangan besar bagi pemikiran administrasi dan manajemen yaitu :
1.      Aktivitas organisasi,
2.      Fungsi atau tugas pimpinan,
3.      Prinsip-prinsip administrasi atau manajemen.
Fayol juga merumuskan fungsi-fungsi administrasi atau fungsi-fungsi manajemen yaitu planning, organizing, commanding, coordinating, controlling (POCCC). Fungsi-fungsi ini adalah hasil pengamatan Fayol terhadap pengaruh yang harus dilakukan terhadap para pekerja sehingga diperoleh hasil yang optimal. 
Namun saat ini, lima fungsi tersebut telah diringkas sedetail mungkin menjadi tiga oleh Henry Fayol, yaitu:
1.      Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan unutk menentukan tujuan perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik unutk memenuhi tujuan itu. Manjer mengevaluasi berbagai rncana alternatif sebeleum mengambil tindakan dan kemudian melhat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat digunakan unutk memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan.
2.      Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menetukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, pada tingkatan mana keputuan harus diambil.
3.      Pengarahan (directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran dengan perencanaan manajerial dan usaha.
Dan Fayol juga terkenal akan 14 prinsip manajemennya. Prinsip ini di sebut Fayol dalam karya alinya sebagai prinsip administrasi. Perbedaan terjemahan dan kiblat ilmu antara Anglo Saxon dan Continental menyebabkan banyak orang memahami fayol sebagai teoris manajemen. Padahal ini disebabkan karya aslinya, “Administration Industrielle et Generale” yang diterjemahkan ke bahasa Inggris “General and Industrial Management”. Ilmu manajemen berkembang di negara-negaea Anglo Saxon, sedangkan ilmu administrasi berkembang di negara-negara Continental. Pada perkembangan berikutnya, terdapat istilah tata usaha yang dipahami lewat bahasa Belanda sebagai administratie yang merupakan bagian dari ilmu administrasi itu sendiri. Pada akhirnya, di negara-negara jajahan terjadi reduksi maka administrasi menjadi dalam arti sempit tata usaha, sedangkan manajemen berkembang sesuai dengan proposi aslinya.
Prinsip-prinsip dalam manajemen bersifat lentur dalam arti bahwa perlu dipertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan situasi-situai yang berubah. Adapun 14 prinsip manajemen yang dikemukakan oleh Fayol adalah sebagai berikut :
1.      Pembagian pekerjaan, prinsip ini sama dengan pembagian tenaga kerja menurut Adam Smith, spesialisai meningkatkan hasil yang membuat tenaga kerja lebih efisien.
2.      Wewenang. Manajer harus memberi perintah, wewenang akan membuat mereka melakukan dengan baik.
3.      Disiplin. Tenaga kerja harus membantu dan melaksanakan aturan yang ditentukan organisasi.
4.      Kesatuan komando. Setiap tenaga kerja menerima perintah hanya dari yang berkuasa.
5.      Kesatuan arah. Beberapa kelompok aktivitas organisasi yang mempunyai tujuan yang sama dapat diperintah oleh seorang manajer meggunakan satu rencana
6.      Mengalahkan kepentingan individu untuk kepentingan umum. Kepentingan setiap orang, pekerja atau kelompok pekerja tidak dapat diutamakan dari kepentingan organisasi secara keseluruhan.
7.      Pemberian upah. Pekerja harus dibayar dengan upah yang jelas untuk pelayanan mereka.
8.      Pemusatan. Berhubungan dengan perbandingan yang mana mengurangi keterlibatan dalam pengambilan keputusan.
9.      Rentang kendali. Garis wewenang dari manajemen puncak pada tingkatan di bawahnya merepresentasikan rantai skalar.
10.  Tata tertib. Orang dan bahan-bahan dapat ditempatkan dalam hal yang tepat dan dalam waktu yang tepat.
11.  Keadilan. Manajer dapat berbuat baik dan terbuka pada bawahannya.
12.  Stabilitas pada jabatan personal. Perputaran yang tinggi merupakan ketidakefisienan.
13.  Inisiatif. Tenaga kerja yang menyertai untuk memulai dan membawa rencana yang akan menggunakan upaya pada tingkat tinggi.
14.  Rasa persatuan. Kekuatan promosi tim akan tercipta dari keharmonisan dan kesatuan dalam organisasi.
Fokus utama teori administrasi menurut Fayol adalah penentuan tipe spesialisasi dan hirarki yang paling mengoptimalkan efisiensi organisasi. Teori administrasi dibangun atas empat pilar utama: yiatu pembagian tenaga kerja, proses skala dan fungsional, struktur organisasioanal dan rentang kendali (span of control).   
Henry Fayol menyatakan bahwa suatu organisasi itu diatur berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut :
ü  Adanya pembagian kerja;
ü  Adanya otoritas dan tanggung jawab;
ü  Adanya disiplin;
ü  Adanya kesatuan komando;
ü  Adanya kesatuan pengarahan;
ü  Adanya sistem penggajian;
ü  Adanya sentralisasi;
ü  Adanya jenjang pengawasan; Dan lain sebagainya.










DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ali, Farid. 2014. Teori dan Konsep Adminsitrasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Islamy, M. Irfan. 2014. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Mahmudi. 2013. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Pasolong, Harbani. 2014. Teori Administrasi Publik. Bandung : Alfabeta.
Thoha, Miftah. 2015. Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. Jakarta: Kencana.
Tjiptoherijanto, Prijono dan Mandala Manurung. 2010. Paradigma Administrasi Publik dan Perkembangannya. Jakarta: UI Press.
Internet
Akmal, Ikramullah. 2011. Teori-Teori Administrasi Publik Klasik. http://ikamullahakmal.blogspot.co.id/2013/03/teori-dalam-administrasi-publik-klasik.html. Di akses 30 Oktober 2016. 
Arifin, Badrul. 2014. Sejarah Pemikiran Wilson,Goodnow, Gullick, dan Urwick. Para Tokohan. http://badarifin.blogspot.co.id/2014/04/sejarah-pemikiran-wilsongoodnowgullick.html. Di akses 30 Oktober 2016.
Handayani, Nurul Setyawati. 2016. Tokoh Teori Manajemen (Luther Gulick, Hanry Fayol, dan Frederick Winslow Taylor. http://nurulsetyawati.blogspot.co.id/2016/02/tokoh-teori-manajemen.html. Di akses 30 Oktober 2016.

Hari, Leon Manua. 2012. Teori Manajemen Ilmiah dari Frederick W. Taylor, http://studimanajemen.blogspot.co.id/2012/08/teori-manajemen-ilmiah-dari-frederick-w.html. Di Akses 30 Oktober 2016.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Administrasi Neo-Klasik