TEORI ADMINISTRASI KLASIK
Teori adalah suatu representasi yang
disederhanakan mengenai suatu bagian terbatas dari realitas (Pawar, 2009:1).
Berdasarkan batasan ini, teori adalah usaha untuk menyediakan suatu
representasi. Representasi digunakan untuk memberikan suatu gambaran yang
tertata tentang beberapa fenomena di dunia nyata, sedemikian rupa sehingga
kompleksitas dari fenomena riil direduksi di dalam representasi
tersebut. Teori hanya merepresentasikan suatu bagian dari fenomena
dunia riil sehingga teori mempunyai ruanglingkup dan kondisi-kondisi yang
membatasi. Definisi ini dipilih untuk mengakomodasi teori-teori deskriptif
maupun teori-teori normatif.
Terdapat beragam cara yang digunakan
oleh para analis dalam mengelompokkan teori administrasi publik klasik. Shafritz &
Ott (1987:21) mengemukakan bahwa teori klasik adalah teori pertama di
bidangnya, dianggap tradisional, dan terus menjadi basis di mana teori-teori
berikutnya dibangun. Oleh karena itu, esensi pemahaman tentang teori klasik
bukan saja karena kepentingan historisnya tetapi, yang paling penting adalah,
karena asumsi dari analisis dan teori-teori berikutnya bersandar pada
teori-teori klasik tersebut. Cara pendekatan yang banyak digunakan untuk
menentukan yang mana teori klasik itu adalah pendekatan berdasarkan priode
waktu.
Untuk mendukung argument tersebut,
penulis mengidentifikasi lima kontributor teori administrasi publik klasik yang
sering didiskusikan dalam literatur, yaitu: Frank J. Goodnow dan Leonald D.
White, Max Weber, Frederick Winslow Taylor, Luther Gulick dan Lydall Urwick,
dan Henri Fayol. Kontribusi teorinya akan diuraikan di bawah.
A.
Dikotomi
Politik-Administrasi (Frank J. Goodnow dan Leonald D. White)
Tonggak
sejarah yang dapat dipergunakan sebagai momentum dari fase paradigma I ini
ialah tulisan dari Frank J Goodnow (penganut Wilsonian) dan Leonard D. White. Teori
Goodnow merupakan literature klasik kedua mengenai studi administrasi publik.
Goodnow adalah guru besar hukum administrasi negara pada Columbia University.
Di
dalam bukunya politics and
administration, yang ditulisnya pada tahun 1900 Frank Goodnow berpendapat
bahwa ada dua fungsi pokok pemerintahan yang amat berbeda satu sama lain. Dua
fungsi pokok tersebut ialah politik dan administrasi sebagai mana yang tertulis
dalam judul bukunya. Politik menurut Goodnow harus membuat
kebijaksanaan-kebijaksanaan atau melahirkan keinginan-keinginan negara.
Sementara administrasi diartikan sebagai hal yang harus berhubungan dengan pelaksanaan
kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut. Sementara itu Leonard D. White
mendefinisikan administrasi adalah suatu proses yang umum ada pada usaha
kelompok-kelompok, baik pemerintah maupun swasta, baik sipil maupun militer,
baik dalam ukuran besar maupun kecil. Pada tahun 1926 White menyatakan bahwa
administrasi public harus ditransformasikan dari sebuah seni menjadi bidang
ilmu sendiri.
Menurut
Goodnow pemisahan kekuasaan memberikan dasar perbedaan antara politik
administrasi. Badan legislatif dengan ditambah kemampuan penafsiran dari badan yudikatif
mengemukakan keinginan-keinginan negara dan kebijaksanaan formal. Sedangkan
badan eksekutif mengadministrasikan kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut secara
adil dan tidak memihak kepada salah satu kekuatan politik.
Menurut Goodnow, fungsi administrasi mencakup
dua bentuk, yaitu: (a) administrasi peradilan, dan (b) administrasi pemerintah.
Fungsi administrasi peradilan mencakup interpretasi kehendak negara. Fungsi ini
dijalankan oleh otoritas yudisial yang sedikit banyak independen dari pembuat undang-undang. Fungsi
administrasi pemerintah mencakup beberapa elemen, yaitu: (a) pemilihan
legislator, (b) penunjukan hakim, (c) penunjukan petugas/pejabat, (d) pekerjaan
perstatistikan, (e) pembentukan, perlindungan dan pengembangan organisasi pemerintah,
dan (f) penegakan hukum.
Untuk menjamin pelaksanaan yang
paling efisien dari kehendak negara maka fungsi administrasi pemerintah yang
tunduk pada kontrol politik. Tetapi, yang tunduk pada kontrol politik hanyalah
fungsi pelaksanaan peraturan dan hukum atau yang dapat disebut sebagai fungsi eksekutif,
fungsi kuasi-yudisial, fungsi perstatistikan, dan fungsi pembentukan,
perlindungan, dan pengembangan organisasi pemerintah. Fungsi administrasi
peradilan tidak tunduk pada kontrol politik.
Penekanan
teori ini adalah pada locus-nya, yakni mempermasalahkan di mana seharusnya
administrasi negara ini berada. Secara jelas, menurut Goodnow dan
pengikut-pengikutnya, administrasi negara seharusnya berpusat pada birokrasi
pemerintahan. Sementara itu, walaupun badan legislatif dan yudikatif mempunyai
juga kegiatan administrasi dalam jumlah tertentu, namun fungsi pokok dan
tanggung jawabnya tetap menyampaikan keinginan-keinginan negara. Inisial
legitimasi yang konseptual tentang locus ini memberikan pusat pengertian atau
definisi dari bidang administrasi. Selanjutnya dalam kaitannya dengan locus
paradigma pertama ini ialah timbulnya suatu persoalan di antara kalangan
akademisi dan praktisi mengenai dikotomi politik-administrasi.
Administrasi
negara menerima perhatian yang besar dari beberapa sarjana pada periode ini,
sebagai hasil adanya suatu gerakan pelayanan masyarakat umum (public service
movement). Gerakan ini dilakukan oleh banyak universitas-universitas di bagian
awal abad ini. Ilmu politik, sebagaimana isu yang dilaporkan tahun 1914 oleh
komisi instruksi dalam pemerintah dari asosiasi ilmu politik Amerika (Committee
on Instruction in Government of the American Political Science Association)
menyatakan bahwa komisi ini sangat memikirkan tentang bagaimana melatih orang-orang,
dan mempersiapkan mereka secara professional dalam bidang-bidang tertentu
seperti misalnya; hukum, kewartawanan, ahli-ahli untuk jabatan-jabatan
pemerintah, dan petugas-petugas riset. Dari sini jelaslah bahwa administrasi
merupakan sub-bidang dari ilmu politik. Tahun 1912, suatu komisi mengenai
latihan jabatan praktisi unutk pegawai-pegawai pemerintah dibentuk di bawah
koordinasi dari APSA (American Political
Science Association.-Asosiasi Ilmu Politik Amerika). Pada tahun 1914 dalam
laporannya komisi tersebut memberikan rekomendasi bahwa di masa depan perlu
didirikan fakultas-fakultas professional yang khusus untuk melatih
administrator-administrator negara, dan titel (degree) teknis yang baru
diberikan untuk tujuan tersebut.
Administrasi
mulai mendapatkan legitimasi akademis pada tahun 1920-an. Pada tahun 1926 usaha
yang amat terhormat dilakukan oleh Leonald White dengan menerbitkan bukunya
yang terkenal Introduction to the study
of public administration. Buku pertama yang secara keseluruhannya dipersembahkan
untuk mengenalkan ilmu administrasi negara.
Hasil
paradigma pertama ini memperkuat paham (nation) perbedaan dari dikotomi
politik-administrasi. Paham perbedaan ini akan tampak jelas dengan cara
menghubungkannya dengan suatu koresponden antara dikotomi nilai (value) dan
practice. Dengan demikian, segala hal yang diteliti oleh administrasi negara di
dalam lembaga eksekutif bagaimanapun
diwarnai dan diabsahkan (legitimized) dengan praktik dan ilmiah
(practice and scientific). Sementara itu studio mengenai public policy-making
dan masalah-masalah yang bergayutan telah mulai ditinggalkan oleh
sarjana-sarjana ilmu politik. Pembagian daerah analisis antara administrasi
negara dan ilmu politik selama masa orientasi locus ini tampanya mempunyai dampak yang panjang sampai sekarang
ini. Hal ini dapat dilihat beberapa universitas di Amerika Serikat
(kelihatannya diikuti oleh universitas-universitas di Indonesia) bahwa bidang
administrasi negara itu di dalamnya diajarkan materi-materi seperti: teori organisasi,
administrasi keuangan, administrasi kepegawaian, dan administrasi perbekalan. Sedangkan
bidang ilmu politk diajarkan subjek-subjek. Teori pemerintahan, kepresidenan,
poses pembuatan undang-undang, politik pemerintahan pusat dan daerah,
perbandingan politik, hubungan internasional dan bayak hal lagi. Pengaruh kedua
dari fase orientasi locus ini ialah
isolasi administrasi negara dari bidang kajian lainnya seperti misalnya,
administrasi perusahaan (business administration). Isolasi ini memberikan kosekuensi
yang tidak menguntungkan, terutama sekali ketika bidang-bidang tersebut memulai
penelitiannya terhadap sifat organisasi. Akhirnya, pengaruh lain yang sangat
terasa ialah, karena penekanan administrasi negara pada “administrasi dan
praktika” pada mulanya, maka usaha-usaha berikutnya adalah dipusatkan untuk memberikan
fondasi prinsip-prinsip ilmiah pada administrasi tersebut. Hal ini merupakan
suatu usaha yang tiada mudah pada awal perkembangan administrasi negara sebagai
suatu ilmu.
B.
Birokrasi
(Max Weber)
Max Weber (1864-1920) adalah ahli
sosiologi Jerman, yang melakukan studi yang luas dan mendalam tentang
perkembangan masyarakat pada masa-masa pertengahan modernisasi.
Weber menyebut
definisi birokrasi adalah sebagai suatu daftar atau sejumlah daftar ciri-ciri
yang sifat pentingnya yang relatif secara hubungannya satu sama lain telah
banyak menimbulkan perdebatan. Paling mencolok diantara ciri-ciri ini ialah
bidang-bidang kompetensi yang jelas batasnya, pelaksanaan tugas-tugas resmi
secara terus menerus. Model birokrasi klasik (tipe ideal Weber), memiliki dua
komponen dasar, yaitu kerangka organisasi dan cara-cara yang digunakan untuk
mengatur orang-orang dalam organisasi. Dalam model ini, struktur dan manajemen
berhubungan erat. Nilai-nilai yang dimaksimumkan adalah efisiensi dan
efektivitas. Suatu hirarki pengendalian yang teratur dimana kemungkinan untuk
naik pangkat memungkinkan dibuatnya suatu karier; pengangkatan dan kenaikan
pangkat berdasarkan kriteria kemampuan (termasuk ijazah-ijazah pendidikan,
ujian khusus dan prestasi dalam pekerjaan), pembuatan keputusan yang didasarkan
atas catatan-catatan tertulis, gaji tetap, pemisahan jabatan dari hak milik
pribadi pejabat, dan suatu gaya pengambilan keputusan yang terdiri atas,
penerapan aturan-aturan umum pada kasus-kasus individual. Weber pada dasarnya
mengatakan bahwa efisiensi sebagai norma birokrasi.
Model organisasi birokrasi yang
dikembangkan oleh Max Weber itu pada awalnya sangat powerful untuk meningkatkan efisiensi organisasi. Sistem birokrasi
terbukti mampu menciptakan keteraturan dan kerapian organisasi. Menurut Weber
struktur birokrasi memiliki superioritas dibandingkan bentuk organisasi lainnya
dalam hal ketetapan, stabilitas, disiplin yang ketat, dan keandalannya. Model
organisasi birokrasi seperti ini memungkinkan pimpinan organisasi untuk
menghitung hasil tindakan bawahan secara lebih mudah. Dalam pandangan Weber,
organisasi dapat disamakan dengan sebuah mesin produksi, sehingga struktur
organisasi bisa dibuat secara mekanistik. Paham birokrasi sebagai mesin
produksi ini dikembangkan untuk menjawab persoalan yang hangat pada waktu itu.
Pada waktu-waktu itu berkecamuk paham-paham mengurangi peran personal (personal subjugation), nepotisme, tidak
dihargainya hubungan-hubungan kerja kemanusiaan, diagung-agungkan rasa
subjektivitas, dan hal-hal yang sejenis lainnya. Birokrasi untuk menjawab dan
memberikan reaksi terhadap paham-paham tersebut. itulah sebabnya birokrasi
sangat cocok untuk zaman Revolusi Industri.
Untuk memperoleh
keunggulan yang maksimal dari model birokrasi tersebut, Weber yakin bahwa organisasi harus memiliki karakteristik
berikut :
§ Semua
tugas harus dibagi-bagi dalam suatu pekerjaan yang sesuai dengan
spesialisasinya. Dengan demikian, harus dilakukan spesialisasi kerja. Dengan
spesialisasi itu, pekerja akan menjadi ahli dengan pekerjaanya sehingga kinerja
organisasi lebih optimal.
§ Semua
tugas harus dilaksanakan berdasarkan sistem aturan dan prosedur untuk menjamin
adanya keseragaman dan koordinasi yang baik atas tugas yang berbeda-beda.
§ Setiap
pegawai atau unit organisasi bertanggung jawab atas kinerjanya hanya kepada
satu orang manajer. Manajer memiliki otoritas dan kekuasaan penuh terhadap
bawahannya karena keahliannya dan karena ditunjuk dari pimpinan pusat. Hal itu
dimaksudkan agar terdapat rantai komando yang tegas dan tidak terputus.
§ Setiap
pegawai organisasi berhubungan dengan pegawai lainnya serta pelanggannya secara
tidak langsung, formal, menjaga jarak sosial dengan bawahan dan pelanggan.
Tujuannya adalah agar persoalan kesukaan terhadap seseorang (favoritism) tidak mengganggu proses
organisasi.
§ Pegawai
dalam organisasi birokrasi harus didasarkan atas kualifikasi teknis dan
dilindungi dari pemecatan secara sewenang-wenang. Promosi didasarkan atas
senioritas dan prestasi. Pegawai dalam organisasi dipandang sebagai suatu karir
seumur hidup dan oleh karenanya perlu ditimbulkan tingkat loyalitas yang
tinggi.
Kesuksesan model organisasi birokrasi
yang sangat mekanistik itu karena karakteristik struktur organisasi yang
menekankan spesialisasi kerja, sentralisasi, dan organisasi yang formal yang
berbasis fungsi dan departemen. Pada masa lalu, organisasi birokrasi seperti
ini sangat sukses diterapkan di organisasi pemerintah maupun swasta. Contoh
perusahaan yang sukses menerapkan model organisasi birokrasi adalah United Parcel Service (UPS) yang mampu
menyaingi U.S.Post Office, meskipun U.S.Post Office menikmati subsidi dari
pemerintah dan dibebaskan dari pembayaran pajak. Namun kisah sukses organisasi
birokrasi itu kemudian diikuti dengan kisah kegagalan birokrasi yang mulai
terjadi tahu 1950-an dan 1960-an. Organisasi yang pada awalnya bertujuan untuk
memaksimalkan efisiensi organisasi itu justru menjadi tidak efisien.
Ketidakefisienan birokrasi tersebut timbul dari konsepsi dirinya, yaitu
sentralisasi, organisasi formal dengan sistem komando dan aturan. Setelah
organisasi berkembang pesat dan semakin kompleks, sistem birokrasi justru menimbulkan
masalah berupa kelambanan birokrasi, kaku, tidak fleksibel dan bertele-tele.
Weber menyusun
delapan proposisi tentang penyusunan sistem otoritas legal, yaitu :
1. Tugas-tugas
pejabat diorganisir berdasarkan aturan yang berkesinambungan
2. Tugas-tugas
tersebut dibagi berdasarkan bidang-bidang yang dibedakan menurut fungsi
masing-masing dilengkapi dengan syarat otoritas dan sanksi-sanksi
3. Jabatan-jabatan
tersusun secara hirarki, hak-hak control dan complain diantara mereka secara
terinci.
4. Aturan-aturan
yang sesuai dengan pekerjaan diarahkan baik teknis maupun secara legal
5. Sumber
daya organisasi sangat berbeda dengan yang berasal dari para anggota sebagai
individu pribadi
6. Pemegang
jabatan tidak sesuai dengan jabatannya
7. Administrasi
didasarkan pada dokumen-dokumen tertulis
8. Sistem
otoritas legal dapat mengambil banyak bentuk, tetapi dilihat dari bentuk
aslinya ialah di dalam sebuah staf administrasi birokratik.
Teori birokrasi oleh Max Weber, didasarkan pada
teori struktural fungsional, yaitu teori yang melihat birokrasi sebagai suatu
organisasi yang tersusun secara struktural berdasarkan pembagian fungsi yang
rasional dan diisi oleh tenaga-tenaga profesionalisme sesuai fungsi yang
diemban dan merupakan susunan hierarkis tertentu. Teori birokrasi inilah yang
menjadi dasar dari teori pengangkatan pegawai dalam pemerintahan sipil atau
disebut meriotkrasi di mana dengan menerapkan prinsip-prinsip merit sistem
seperti keahlian yang dimiliki sesuai bidang kerja yang ditawarkan.
Selanjutnya
konsep birokrasi ideal weber ada 7, yaitu :
1. Spesialisasi
pekerjaan, yaitu semua pekerjaan dilakukan dalam kesederhanaan, rutinitas dan
mendefinisikan tugas dengan baik.
2. Hirarki
kewenangan yang jelas yaitu sebuah struktur multi tingkat yang formal, dengan
posisi hirarki atau jabatan, yang memastikan bahwa setiap jabatan yan lebih
rendah berada di bawah supervisi dan kontrol dari yang lebih tinggi.
3. Formalisasi
yang tinggi, yaitu semua anggota organisasi diseleksi dalam basis kualifikasi
yang didemonstrasikan dengan pelatihan, pendidikan atau latihan formal.
4. Pengambilan
keputusan mengenai penempatan pegawai yang didasarkan atas kemampuan, yaitu
keputusan tentang seleksi dan promosi didasarkan atas kualifikasi teknis,
kemampuan dan prestasi para calon.
5. Bersifat
tidak pribadi (impersonalitas), yaitu sanksi-sanksi diterapkan secara seragam
dan tanpa perasaan pribadi untuk menghindari keterlibatan dengan kepribadian
individual dan preferensi pribadi para anggota.
6. Jejak
karier bagi para pegawai, yaitu para pegawai diharapkan mengejar karier dalam
organisasi. Sebagai imbalan atas komitmen terhadap karier tersebut, para
pegawai mempunyai masa jabatan; artinya mereka akan dipertahankan meskipun
mereka “kehabisan tenaga” atau jika kepandaiannya tidak terpakai lagi.
7. Kehidupan
organisasi yang dipisahkan dengan jelas dari kehidupan pribadi, yaitu pejabat
tidak bebas menggunakan jabatannya untuk keperluan dan kepentingan pribadinya
termasuk keluarganya.
Tipe ideal birokrasi weberian tersebut
di atas, sampai saat ini belum terimplementasi secara ideal sebagaimana yang
diharapkan weber. Misalnya persyaratan tentang pengangkatan pejabat dalam
jabatan tertentu, harus didasarkan pada profesionalisme, akan tetapi belum
menjadi sebagai realita, justru yang terjadi adalah sebaliknya, pejabat
diangkat berdasarkan kepentingan yang mengangkatnya. Ketika pejabat yang
diangkat tidak mampu memenuhi pengangkatnya, maka pejabat tersebut dengan mudah
dimutasi dan bahkan didemosi. Dalam artian bahwa pejabat yang diangkat bukan
karena sistem karier atau merit, tetapi didasarkan pada nepotisme.
Teori Weber mengatakan bahwa
satu-satunya cara bagi masyarakat modern untuk mengoperasikan secara efektif
konsep ideal tersebut di atas ialah dengan mengorganisasikan
spesialis-spesialis birokrasi yang fungsional dan terlatih. Modernitas adalah
masalah kehidupan modern yang paling menentukan, yaitu perkembangan
rasionalitas formal dengan mengorbankan tipe rasionalitas lain dan
mengakibatkan munculya kerangkeng besi raionalitas. Manusia semakin terpenjara
dalam kerangkeng besi ini dan akibatnya semakin tak mampu mengungkapkan
beberapa ciri kemanusiaan mereka yang paling mendasar.
Weber sebenarnya memperhitungkan tiga
elemen pokok dalam konsep birokrasinya, yaitu : (1) birokrasi dipandang sebagai
instrument teknis, (2) birokrasi dipandang sebagai kekuatan independent, (3)
birokrasi dipandang mampu keluar dari fungsinya yang sebenarnya karena
anggotanya cenderung berasal dari kelas sosial yang partikular.
Max Weber menggunakan istilah karisma
untuk menjelaskan sebuah bentuk pengaruh yang didasarkan bukan atas tradisi
atau kewenangan, namun atas persepsi para pengikut bahwa pemimpin tersebut
dikaruniakan dengan kemampuan-kemampuan yang luar biasa. Menurut Weber karisma
terjadi bilamana terdapat suatu krisis sosial, yang pada krisis itu, seorang
pemimpin dengan kemampuan pribadi yang luar biasa tampil dengan sebuah visi
yang radikal yang memberi suatu pemecahan terhadap krisis tersebut, dan
pemimpin menarik perhatian para pengikut yang pecaya pada visi itu dan
merasakan bahwa pemimpin tersebut sangat luar biasa.
Model birokrasi Weber memang tidak
memberi kesempatan “informalitas” masuk ke dalamnya. Sehingga organisasi di
atur sebagai mesin yang bergerak menurut aturan-aturan yang sudah ditentukan.
Barangkali dengan kejadian seperti inilah maka dalam administrasi negara mulai
diketengahkan pikiran-pikiran baru untuk memperhalus birokrasi.
Pandangan klasik tentang organisasi
dinyatakan oleh Max Weber dengan mendemonstrasikan pendapatnya mengenai birokrasi.
Weber membedakan suatu kelompok kerja sama dengan organisasi kemasyarakatan.
Menurut dia kelompok kerja sama adalah suatu tata hubungan sosial yang
dihubungkan dan dibatasi oleh aturan-aturan. Aturan-aturan ini sejauh mungkin
dapat memaksa seseorang untuk melakukan kerja sebagai suatu fungsinya yang
ajek, baik dilakukan oleh pimpinan maupun oleh pegawai-pegawai administrasi
lainnya.
Aspek dari pengertian yang dikemukakan
oleh Weber ini ialah bahwa suatu organisasi atau kelompok kerja sama ini mempunyai
unsur-unsur properties sebagai berikut:
1. Organisasi
merupakan tata hubungan sosial. Dalam hal ini seseorang individu melakukan
proses interaksi sesamanya di dalam organisasi tersebut.
2. Organisasi
mempunyai batasan-batasan tertentu (bounderies).
Dengan demikian, seseorang individu yang melakukan hubungan interaksi dengan
lainnya tidak didasarkan atas kemauan sendiri. Akan tetapi mereka dibatasi oleh
peraturan-peraturan tertentu.
3. Organisasi
merupakan suatu kumpulan tata aturan, yang bisa membedakan suatu organisasi
dengan kumpulan-kumpulan kemasyarakatan. Tata atutan ini menyusun proses
interaksi di antara orang-orang yang bekerja sama di dalamnya, sehingga
interaksi tersebut tidak muncul begitu saja.
4. Organisasi
merupakan suatu kerangka hubungan yang berstruktur yang di dalamnya berisi
wewenang, tanggung jawab, dan pembagian kerja untuk menjalankan sesuatu fungsi
tertentu. Istilah lain dari unsur ini ialah terdapatnya hierarki (hierarchy). Konsekuensi dari adanya
hierarki ini adalah bahwa di dalam organisasi ada pimpinan atau kepala dan
bawahan atau staf.
Aspek lain yang barangkali sangat
penting dikemukakan di sini, bahwa Weber memberikan tambahan kriteria
organisasi dilihat dari sifat kerja sama yang dilakukan orang-orang tersebut.
sifat kerja sama dalam organisasi lebih bercorak kerja sama asosiatif, dan
bukannya kerja sama yang communal atau
kerja sama seperti dalam keluarga.
Birokrasi Max Weber mempersyaratkan
terciptanya keadaan yang stabil, teratur, mapan, mempola, dan kondisi yang bisa
diramalkan sebelumnya. Persyaratan ini akan memperjelas karakteristik birokrasi
Weber. Dan jika syarat ini yang dipertahankan, maka birokrasi tidak akan mampu
menghadapi perubahan keadaan seperti yang dilukiskan tersebut.
Sisi Positif Model Birokrasi Weber
Weber memiliki visi birokrasi sebagai
organisasi untuk melayani aktivitas kehidupan modern dan demokratis. Kehidupan
modern umumnya bersifat metropolitan, multirasial, dan sarat dengan berbagai
peraturan formal. Kehidupan modern juga umumnya bersifat massal dan memiliki
struktur yang semakin lama semakin kompleks. Kehidupan demokratis bukanlah
kehidupan bebas tanpa batasan sama sekali. Sebaliknya kehidupan demokratis
adalah kehidupan yang dibatasi dengan komitmen dan sukarela untuk mencapai tujuan
bersama. Ketika para pemimpin dipilih secara demokratis, pada saat itulah
rakyat memberikan dirinya untuk rela dipimpin oleh yang dipilih mayoritas.
Karakteristik-karakteristik birokrasi
ideal Weber, akan memampukan birokrasi memiliki daya stabilitas yang sangat
tinggi, karena para birokrat diputuskan berdasarkan pertimbangan obyektif, para
birokrat dilindungi dari kesewenangan hukum, masa depan birokrat juga relatif
terjamin. Struktur birokrasi juga kompleks dan formal serta berdasarkan
dokumen-dokumen resmi, akan menghindarkan birokrasi penyalahgunaan wewenang
baik oleh birokrat karier atau oleh para politisi yang berkuasa untuk
sementara. Dapat dikatakan bahwa model birokrasi Weber adalah antisipasi Weber
untuk menghadapi kehidupan modern yang demokratis.
Sekalipun dirancang untuk melayani
kehidupan modern di negara-negara demokratis, birokrasi Weber juga dapat
diterapkan di negara-negara yang berbentuk kerajaan atau bahkan otoriter. Bila
para birokrat dipilih dan ditempatkan sesuai dengan prinsip-prinsip Weber, maka
para penguasa politik dapat saja menikmati manfaat dari mesin pengambilan
keputusan yang sangat efisien.
Sifat netral birokrasi, akan memampukan
birokrasi bekerja tanpa tergantung pada figur atau kelompok dominan. Hal ini
memungkinkan birokrasi berfungsi sebagai alat atau mesin yang menghubungkan
keadaan saat ini dengan masa depan, tanpa dipengaruhi oleh perkembangan
politik. Sifat netral birokrasi juga akan memungkinkan pelayanan yang bersifat
adil dan efisien.
Sisi Negatif Model Birokrasi Weber
Kelemahan pertama dari model birokrasi
Weber adalah terlalu menyederhanakan realitas struktur sosial kemasyarakatan.
Walaupun sangat tidak diinginkan, realitas struktur kemasyarakatan cenderung
menjauhi dunia ideal Weber. Misalnya, ada masyarakat yang pelapisannya
berdasarkan keturunan (kasta), dimana
sebagian besar rakyat berada dalam lapisan kasta paling rendah. Ada juga
struktur sosial yang senantiasa didominasi oleh kelompok–kelompok tertentu,
entah berdasarkan agama, etnis, kelompok usaha dan garis keturunan bangsawan.
Kelemahan kedua dari model birokrasi
Weber adalah karakteristik formalisme birokrasi, sering kali lebih dikendalikan
oleh hubungan-hubungan informal. Akibatnya banyak keputusan-keputusan yang
diambil adalah sah secara legal, tetapi bertentangan dengan perikemanusiaan dan
keadilan.
Kelemahan ketiga adalah birokrasi Weber
mempunyai potensi dehumanisasi, karena birokrasi sifatnya tidak fleksibel dan
terlalu prosedural.
Kelemahan keempat, tidak tumbuhnya rasa
memiliki dikalangan birokrat. Hal ini disebabkan birokrasi difungsikan hanya
sebagai pelayan kekuasaan dan pelayan rakyat. Birokrat juga cenderung akan
mengalami kejenuhan karena tekanan pekerjaan dan formalitas.
Kelemahan kelima adalah birokrasi
dipersiapkan hanya untuk melayani pekerjaan-pekerjaan rutin. Karena itu
birokrasi sering kali tidak sensitif dan tidak mampu merespons dengan cepat,
perubahan yang terjadi di dalam masyarakat.
C.
Manajemen
Ilmiah (Frederick Winslow Taylor)
F.W.
Taylor lahir 20 Maret 1856 dan meninggal 21 Maret 1915 pada umur 59 tahun dia
menjadi seorang insinyur mekanik asal Amerika Serikat yang terkenal atas
usahanya meningkatkan efesiensi industry. F.W. Taylor disebut sebagai bapak
ilmiah (father of scientific management), beliau menggunakan pendekatan karena
pengalamannya mendasarkan analisanya atas operative
management (manajemen operatif). Penelitian ilmiah dalam menggunakan
analisis rasional yang dilakukan oleh Taylor terhadap manajemen ilmiah,
melahirkan pembagian fungsi, sistem kerja dan prosedur kerja.
Taylor
sebagai pelopor dari “Gerakan Management Ilmiah” dalam hasil penelitian
selanjutnya ternyata menegaskan bahwa unutk mencapai produktivitas yang tinggi
dan efisiensi dalam produksi, perhatian utama hendaknya ditujukan kepada “people in their work situation”.
Pentingnya mesin dalam produksi, sama pentingnya dengan pekerjaan yang baik”
dalam menjalankan produksi. Oleh karena itu, perhatian hendaknya lebih besar
diberikan kepada para pekerja dan cara bekerjanya daripada waktu sebelumnya.
Dalam hal ini Taylor memandang masalah manusia sebagai bagian dari masalah
produksi dan efisiensi tekniklah yang pertama-tama menaikkan produksi.
Taylor
mendasarkan sistem manajemennya pada penelitian waktu kerja (time studies) di
bagian produksi tempat ia bekerja. Pendekatan ini menandai awal yang sebenarnya
dari manajemen ilmiah. Bukannya berdasarkan pada cara-cara bekerja tradisional,
Taylor menganalisis dan mengukur waktu gerakan-gerakan yan dilakukan oleh buruh
pabrik baja dalam serangkaian pekerjaan. Dengan penelitian waktu sebagai
dasarnya, Taylor dapat memecahkan setiap pekerjaan ke dalam
komponen-komponennya dan merancang cara pengerjaan yang tercepat dan terbaik
untuk setiap pekerjaan. Dengan demikian ia menentukan seberapa pekerja akan
dapat bekerja dengan peralatan dan bahan yang tersedia.
Walaupun
metoda Taylor Menghasilkan peningkatan-peningkatan produktivitas dan upah yang
lebih tinggi pada keadaan tertentu, pekerja dan serikat buruh mulai menentang
pendekatannya. Seperti para pekerja di Midvale, mereka takut bahwa pekerja yang
bekerja lebih keras atau lebih cepat akan cepat menghabiskan pekerjaan apapun
yang tersedia dan akan berakibat pemberhentian pekerja. Kenyataan bahwa para
pekerja telah diberhentikan di perusahaan Simonds dan organisasi lain yang
menggunakan metoda Taylor menyebabkan kekhawatiran itu. Dengan tersebarnya
gagasan Taylor, penentang pun berkembang. Makin banyak pekerja menjadi yakin
bahwa meraka akan kehilangan pekerjaan apabila metoda Taylor digunakan.
Namun
Taylor menjelaskan filsafatnya, ia berkata bahwa gagasannya itu berdasarkan
empat prinsip :
1. Perkembangan
manajemen ilmiah yang sederhana, sehingga misalnya metoda yang terbaik untuk
melakukan setiap pekerjaan dapat ditentukan.
2. Pemilihan
yang ilmiah terhadap, sehingga setiap pekerja dapat diberi tanggungjawab atas
tugas yang paling cocok baginya.
3. Pendidikan
dan pengembangan ilmiah untuk para pekerja.
4. Kerjasama
yang erat dan bersahabat diantara manajemen dan pekerja
Taylor mengatakan bahwa agar supaya
prinsip itu dapat berhasil, dibutuhkan suatu “revolusi mental menyeluruh” di
pihak manajemen dan pekerja. Dari pada bertengkar mengenai keuntugan
masing-masing, mereka harus bersama-sama berusaha menaikan produksi. Dengan
jalan itu, keuntungan akan ditingkatkan sampai ke tingkat di mana pekerja dan
manajemen tidak akan berselisih. Singkatnya Taylor berpendapat bahwa manajemen
dan pekerja mampunyai kesamaan kepentingan dalam meningkatkan produktivitas.
Taylor dengan
teorinya melakukan penganalisaan dan menekankan pada struktur organisasi mulai
dari para pekerja terendah dalam organisasi serta menganalisis struktur
organisasi mulai dari pimpinan teratas sampai yang terendah. Dalam hal itu,
yaitu dengan memotivasi. Dari sinilah mulai berkembang teori baru yang
menempatkan posisi manusia sebagai hal yang menentukan keberhasilan dalam
mencapai tujuan yang diinginkan.
Teori
struktural fungsional dalam kajian administrasi mengabaikan posisi manusia yang
berada di belakang kegiatan baik itu kegiatan manajemen maupun kegiatan
administrasi. Hal ini terbukti dengan penelitian Taylor yang menegaskan bahwa :
“ produktivitas tidak saja ditentukan
oleh hubungan kewenangan yang terjalin secara rasional dalam organisasi, tidak
juga disebabkan oleh prosedur kerja yang berlaku sebab semakin tinggi insentif
yang diberikan kepada seseorang pekerja dengan mengabaikan nilai-nilai harkat
dan martabat kemanusiaan, semakin menurun tingkat produktivitas yang dicapai,
walaupun dalam asumsi awal bahwa kenaikan insentif secara rasio akan diikuti
oleh kenaikan produktivitas melalui legislasi yang disebut “time and motion
study”
Taylor
merumuskan prinsip-prinsip administrasi dan manajemen yaitu planning, organizing, actuating, controlling
(POAC). Fungsi-fungsi ini merupakan hasil pengamatan Taylor terhadap
pencapaian hasil organisasi melalui “time
and motion study”.
F.W
Taylor menyatakan bahwa pengendalian merupakan bentuk ilmiah dari manajemen.
Sebelumnya manajemen dipahami sebagai seni semata-mata. Namun ternyata
manajemen bisa dipelajari melalui pendekatan ilmiah. Pengendalian manajemen
meliputi beberapa aktivitas, yaitu:
1. Perencanaan
aktivitas yang akan dilakukan organisasi
2. Pengkoordinasian
aktivitas berbagai bagian organisasi
3. Pengkomunikasian
informasi ke seluruh bagian organisasi
4. Evaluasi
terhadap informasi
5. Pembuatan
keputusan
6. Mempengaruhi
orang-orang dalam organisasi untuk mengubah perilaku.
D.
Manajemen
Administrasi (Luther Gullick/Lyndall Urwick)
Luther Halsey Gulick (1892-1993) adalah
seorang ilmuwan politik Amerika, Eaton Profesor Municipal Sains dan
Administrasi di Universitas Colombia, dan Direkturnya Instutute of Public
Administration, yang dikenal sebagai seorang ahli administrasi publik.
Luther Halsey Gulick lahir 17 Januari
1892 di Osaka, Jepang. Luther Gulick lulus dari Oberlin College pada tahun 1914
dan menerima gelar Ph.D. dari Columbia University pada tahun 1920. Gulick
mengajar di Columbia 1931-1942, di mana ia diangkat Eaton Profesor Municipal
Sains dan Administrasi. Pada tahun 1921 ia menjadi presiden yang Lembaga
Administrasi Negara dan menjabat sampai 1962. Dia kemudian menjadi ketua dan
menjabat sampai tahun 1982. Dari 1936-1938 ia menjabat di komite tiga anggota
Pengelolaan Administrasi (lebih dikenal sebagai komite Brownlow) di 1937
ditunjuk oleh presiden Franklin D. Roosevelt untuk membenahi cabang eksekutif
dari pemerintah federal. Dari tahun 1954 hingga 1956, ia menjabat sebagai
administrator kota New York City. Dia pensiun pada tahun 1961. Dia meninggal 10
januari 1993 di Greensboro, Vermont.
Lyndall Fownes Urwick (3 Maret 1891 - 5 Desember 1983) adalah
seorang konsultan manajemen Inggris dan pemikir bisnis. Dia diakui untuk
mengintegrasikan ide-ide dari teori sebelumnya seperti Henri Fayol menjadi
sebuah teori komprehensif administrasi manajemen. Dia menulis sebuah buku
berpengaruh berjudul The Elements of Business Administration, yang diterbitkan
pada tahun 1943. Ia mendirikan jurnal akademik Administrative
Science Quarterly yang dibuatnya bersama Luther Gullick Tonggak utama dari era
ini tentu saja adalah munculnya artikel L. Gulick (1937) yang berjudul Notes on
the Theory of Organization, Professor Gullick mengemukakan suatu istilah
singkatan kata POSDCORB (Planning, Organizing, Staffing, Directing,
Co-ordinating, Reporting dan Budgeting) sebagai suatu jembatan untuk
mengingat-ingat fungsi-sungsi eksecutive di dalam administrasi
Tahun 1937
Luther H. Gulick dan Lyndall Urwick mengemukakan tulisannya Paper on the Science of Administration. Tulisan
ini sebenarnya adalah laporan yang dibuatnya pada komisi presiden untuk
administrasi. Pada waktu Gulick dan Urwick merupakan orang kepercayaan dari
Presidden Franklin D. Toosevelt.
Menurut
Gulick manajemen telah memenuhi persyaratan untuk disebutkan biang ilmu
pengetahuan, karena telah dipelajari untuk waktu yang lama dan telah
diorganisasi menjadi suatu rangkaian teori. Teori-teori ini masih terlalu umum
dan subjektif. Tetapi teori manajemn selalu diuji dalam praktek, sehingga
manjemen sebagai ilmu akan terus berkembang. Hubungan antara teori dan praktek
manajemen dapat dijelaskan bahwa prakter manajemen seharusnya selalu didasarkan
atas prinsip-prinsip teori. Hubungan tersebut adalah praktek -> menimbulkan
suatu teori ->menghasilkan prinsip-prinsip -> yang akan menajdi
kaidah-kaidah -> dasar pengembangan kegiatan manjemen dalam praktek.
Menurut
Gulick dan Urwick prinsip adalah amat penting bagi administrasi sebagai suatu
ilmu. Adapun letak di mana prinsip itu akan dipakai tidak begitu penting. Focus memegang peranan penting dibandingkan
atas locus. Prinsip administrasi yang terkenal dari
Gullick dan Urwick adalah POSDCORB (planning,
organization, staffing, directing, coordinating reporting, buggeting). POSDCORB
adalah akronim banyak digunakan dalam bidang manajemen dan administrasi publik
yang mencerminkan pandangan klasik manjemen administrasi. Sebagian besar
diambil dari karya industrialis Prancis Henri Fayol, pertama kali muncul dalam
sebuah kertas 1937 staf dengan Luther Gulick dan Lyndall Urwick ditulis untuk
komite Brownlow. Walaupun sebagian besar orang menamakan masa-masa ini adalah
masa “Ortodok Kesiangan” bagi administrasi negara. Akan tetapi, inilah ciri
yang bisa diteliti dari paradigma kedua.
Proses
manajemen tidak harus selalu megikuti POSDCORB karena dalam berbagai situasi
urutan proses akan tergantung pada waktu dan kondisi setempat. Adapun fungsi
manajemen menurut Gulick, yang diterapkan dalam bidang perpustakaan adalah :
1. Perencanaan
(Planning)
Salah
satu tugas kepala perpustakaan ialah membuat perencanaan. Rencana adalah
tindakan yang direncanakan atau diproyeksikan pada masa mendatang. Perencanaan
memerlukan pengetahuan yang luas serta pengalaman. Hasilnya akan Nampak pada
keputusan apa saja yang dilakukan serta metode pelaksanaan untuk mencapai
sasaran.
Perencanaan
yang sistematis mencakup langkah seperti :
a. Pengenalan
masalah serta langkah yang diperlukan untuk mengatasinya
b. Mengumpulkan
informasi mengenai masalah yang dihadapi
c. Menilai
berbagai pemecahan alternative serta metode pelaksanaan untuk memecahkan
masalah
d. Pengambilan
keputusan untuk bertindak
e. Evaluasi
pemecahan masalah berdasarkan pengalaman.
2. Pengorganisasian
(Organizing)
Organisasi
berarti menyusun struktur kekuasaan formal. Dengan batasan jelas dan
dikoordinsi untuk mencapai objek tertentu. Objek ini dicapai dengan gabungan
usaha berbagai spesialis dalam organisasi. Menyangkut perpustakaan, pola
organisasi perpustakaan berbeda antara satu perpustakaan dengan perpustakaan
lain tergantung pada :
a. Tujuan
perpustakaan
b. Sistem
pemakaian
c. Jenis
staf perpustakaan
d. Jenis
dokumen
e. Gedung
perpustakaan
f. Sikap
pemimpin terhadap perpustakaan
g. Pandangan
hidup kepala perpustakaan.
Dalam
pemilihan pola organisasi perpustakaan, biasanya dipilih antara administrasi
dan jasa terpusat (sentralisasi) dengan desentralisasi.
3. Kepegawaian
(Staffing)
Kepegawaian
merupakan keseluruhan fungsi personil yang mencakup :
a. Kesempatan
kerja san pelatihan karyawan
b. Pemantapan
lingkungan kerja yang menyenangkan untuk melaksanakn tugas.
Tujuan
program staffing adalah menempatkan karyawan yang efisien dalam jumlah cukup,
yang masing-masing mempu melaksanakan tujuan perpustakaan. Dan perlu
dikembangkan kemampuan mereka sebaik mungkin. Filosofi perpustakaan, kebijakan,
dan prosedur menyangkut program staffing perlu dipahami dan dilaksanakan aebaik
mungkin pada semua tingkat manajemen.
4. Pelaksanaan
(Directing)
Pelaksanaan
tidak akan berlangsung terkecuali telah diambil keputusan memulai pelaksanaan
serta melanjutkannya. Pelaksanaan ini memerlukan pengarahan. Pengarahan
merupakan tugas berkesinambungan arti pengambil keputuasn dan menyatukannya
dalam perintah umum dan khusus serta melaksanakan perintah ini. Administrasi
perpustakaan seperti kepala perpustakaan atau wakilnya diharapkan terus-menerus
mengeluarkan perintah yang mendasari
kebijakan perpustakaan. Pengarahan atau directing merupakan proses kompleks
menyangkut semua yang dilaksanakan dengan semestinya oleh semua karyawan.
Pengarahan merupakan salah satu tantangan bagi para manajer.
Pengambilan
keputusan merupakan bagian penting dari pengarahan. Pengambilan keputuan
mencakup langkah seperti berikut :
a. Mencari
kesempatan yang tepat untuk mengambil keputusan (kegiatan inteligensi)
b. Mencari
berbagai kemungkinan tindakan (kegiatan desain), dan
c. Memilih
berbagai tindakan (kegiatan pilihan).
5. Koordinasi
(Coordinating)
Pengkoordinasian
menyangkut pengaitan berbagai bagian organisasi untuk mencapai pelaksanaan
(operator) yang harmonis. Ini merupakan penyesuaian terus-menerus akan berbagai
bagian organisasi satu dengan lainnya; dengan demikian semua prosedur, operasi,
dan kegiatan mengarah ke sumbangan maksimum terhadap organisasi. Pada sistem
perpustakaan, pengkoordinasia mungkin mengacu pada organisasi sebagai
keseluruhan atau terhadap setiap unit. Sebagai contoh bila kegiatan
pengkatalogan dengan referensi tidak dikoordinasi maka akan terdapat kegiatan
yang tidak saling mengisi sehingga tidak sesuai dengan tujuan perpustakaan.
Misalnya bagian pengkatalogan perlu menjelaskan akses pada catalog melalui
pengarang, judul dan subjek (disertai penjelasan daftar tajuk subjek yang
digunakan). Berdasarkan informasi ini maka bagian referensi akan membantu
pemakai serta pihak referensi sendiri bagaimana menemukan informasi secara
cepat, tepat dan murah pada catalog perpustakaan.
Bahwa
semakin besar organisasi perpustakaan semakin besar keperluan koordinasi.
Koordinasi hendaknya tumbuh dari kesadaran staf perpustakaan dan bersifat
sukarela, bukannya dipaksakan.
6. Pelaporan
(Reporting)
Gullick
menyatakan bahwa reporting adalah … keeping
those to whom executive is responsible informed as to what is going on, which
thus includes keeping himself and his subordinates informed through records,
research and inspection. Melalui pelaporan maka kepala perpustakaan
melaporkan untuk kerja dan kebutuhan perpustakaan terhadap pimpinan yang lebih
tinggi. Dengan menggunakan dokumen dan hasil penelitian, kepala perpustakaan
mengumpulkan data. Berdasarkan data ini, kepala perpustakaan mampu menunjukkan
pada pimpinan seberapa jauh kinerja perpustakaan sekaligus membuktikan
efesiensi keseluruhan perpustakaan.
Pelaporan
pada umunya mungkin dapat disebut sebagai hubungan masyarakat atau public
relations. Kegiatan hubungan kemasyarakatan ini merupakan penghubung antara masyarakat
dengan perpustakaan.
Pelaporan
sering digunakan sebagai proses untuk menilai posedur dan jasa perpustakaan.
Pustakawan menggunakan pelaporan sebagai media karena pelaporan merupakan
proses terus-menerus. Biaya pelaporan lazimnya diambilkan dari biaya
perpustakaan sehingga tidak memberatkan beban pustakawan.
7. Penganggaran
(Badgeting)
Penganggaran
merupakan alat manajemen yang efektif elama penentuan dan pembuatan anggaran,
berbagai kebutuhan dan sumber perpustakaan dapat ditinjau dan dinilai. Perencanaan
cermat, akuntansi dan control amat diperlukan dalam penganggaran.
Kepala
perpustakaan harus menguji kebutuhan perpustakaan atas dasar kontinuitas,
artinya tidak terpaku pada kegiatan tahun per tahun. Dengan demikian kepala
perpustakaan harus mampu membimbing, mengarahkan, dan ikut serta dalam
menetukan anggaran.
Unsur
proses manajemen merupakan hal penting karena memberi kagiatan yang dilakukan
pihak manajemen dalam situasi kerja. Topik yang dihadapi manajemen mungkin
berbeda namun prosesnya tetap sama saja.
Menurut
Gulik, organisasi sebagai suatu cara koordinasi membutuhkan pengembangan suatu
sistem otoritas di mana maksud atau tujuan utama dari suatu usaha publik
diterjemahkan ke dalam realitas melalui kombinasi usaha dari sejumlah
spesialis, masing-masing mengerjakan bidangnya sendiri pada tempat dan waktu
yang tertentu. Prinsip fungsional menurut Gulik merupakan bagian dari proses
departementalisasi yang mencakup tiga langkah: identifikasi tugas dasar,
penunjukan direktur untuk mengawasi apakah tugas telah dilaksanakan, dan
menentukan jumlah dan sifat unit-unit kerja untuk keperluan pembagian tugas.
Agensi-agensi pemerintah dapat didepartementalisasi berdasarkan tujuan, proses,
person, dan tempat. Selanjutnya, prinsip skalar merefleksikan langkah keempat
atau setelah departementalisasi. Prinsip skalar tercermin dari bagan organisasi
yang menggambarkan rentang kendali setiap manajer dan mengindikasikan siapa
melapor ke siapa di dalam hirarki organisasi. Prinsip skalar ini
mencerminkan pengembangan serta penyempurnaan struktur otoritas di antara
direktur dengan sub-sub divisi.
E.
Administrasi
Umum (Henry Fayol)
Henry
Fayol lahir di Istanbul 1841 dan meninggal di Paris 1925. Beliau adalah seorang
industrial yang merupakan penyumbang utama teori administrasi. Henry Fayol
disebut sebagai bapak administrasi (father of modern operational management
theory), Fayol menggunakan pendekatan berdasarkan atas administrative management (manajemen administrasi). Manajemen
administrasi adalah suatu pendekatan dari pimpinan atas sampai pada tingkat
pimpinan yang terbawah. Maksudnya bahwa keberhasilan organisasi untuk
meningkatkan produksi tergantung pada kemampuan pimpina teratas dalam
organisasi, yakni bagaimana menggerakkan dan mengarahkan pimpinan tingkat
menengah organisasi tergantung pada kemampuan pimpinan teratas untuk
memengaruhi bawahan agar mereka melaksanakan pekerjaan yang diberikan dengan
baik. Fayol adalah seorang insinyur bangsa Perancis yang bekerja pada industry
pertambangan. Berdasarkan studinya ia menarik kesimpulan bahwa prinsip-prinsip
pokok administrasi dapat diterapkan pada semua bentuk organisasi. Fayol
berpengalaman sebagai pekerja teknik kemudian menjadi pimpinan umum dari suatu
perusahaan pertambangan pada tahun 1888. Permasalahan yang dihadapi oleh Fayol
ialah bagaimana ia dapat menyelamatkan suatu perusahaan pertambangan yang
menghadapi kebangkrutan
Untuk
menghadapi masalah kebangkrutan tersebut Fayol mencoba metode-metode pekerjaan
dan perencanaan pekerjaan. Kemudia akhirnya sampai pada kesimpulan yang
bersifat ilmiah atas dasar penelitian serta pengalamannya sebagai penanggung
jawab dalam perusahaan tersebut. hasil karya ilmiahnya yang utama ialah Administration Industrielle et Generalle
(General and Industrial Administration), setelah pensiun dalam usia 72
tahun ia mencurahkan diri dari sisa hidupnya dengan mendirikan pusat studi
Administrasi dan mencoba untuk menerapkan idenya pada administrasi public di
Perancis.
Fayol
memberi tiga sumbangan besar bagi pemikiran administrasi dan manajemen yaitu :
1. Aktivitas
organisasi,
2. Fungsi
atau tugas pimpinan,
3. Prinsip-prinsip
administrasi atau manajemen.
Fayol juga merumuskan fungsi-fungsi
administrasi atau fungsi-fungsi manajemen yaitu planning, organizing, commanding, coordinating, controlling (POCCC).
Fungsi-fungsi ini adalah hasil pengamatan Fayol terhadap pengaruh yang harus
dilakukan terhadap para pekerja sehingga diperoleh hasil yang optimal.
Namun saat ini, lima fungsi tersebut
telah diringkas sedetail mungkin menjadi tiga oleh Henry Fayol, yaitu:
1. Perencanaan
(planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang
dimiliki. Perencanaan dilakukan unutk menentukan tujuan perusahaan secara
keseluruhan dan cara terbaik unutk memenuhi tujuan itu. Manjer mengevaluasi
berbagai rncana alternatif sebeleum mengambil tindakan dan kemudian melhat
apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat digunakan unutk memenuhi tujuan
perusahaan. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen
karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan.
2. Pengorganisasian
(organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi
kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah manajer dalam
melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan
tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. pengorganisasian dapat dilakukan
dengan cara menetukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus
mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang
bertanggung jawab atas tugas tersebut, pada tingkatan mana keputuan harus
diambil.
3. Pengarahan
(directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota
kelompok berusaha untuk mencapai sasaran dengan perencanaan manajerial dan
usaha.
Dan Fayol juga terkenal akan 14 prinsip
manajemennya. Prinsip ini di sebut Fayol dalam karya alinya sebagai prinsip
administrasi. Perbedaan terjemahan dan kiblat ilmu antara Anglo Saxon dan
Continental menyebabkan banyak orang memahami fayol sebagai teoris manajemen.
Padahal ini disebabkan karya aslinya, “Administration Industrielle et Generale”
yang diterjemahkan ke bahasa Inggris “General and Industrial Management”. Ilmu
manajemen berkembang di negara-negaea Anglo Saxon, sedangkan ilmu administrasi
berkembang di negara-negara Continental. Pada perkembangan berikutnya, terdapat
istilah tata usaha yang dipahami lewat bahasa Belanda sebagai administratie yang merupakan bagian dari
ilmu administrasi itu sendiri. Pada akhirnya, di negara-negara jajahan terjadi
reduksi maka administrasi menjadi dalam arti sempit tata usaha, sedangkan
manajemen berkembang sesuai dengan proposi aslinya.
Prinsip-prinsip dalam manajemen bersifat lentur
dalam arti bahwa perlu dipertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan
situasi-situai yang berubah. Adapun 14 prinsip manajemen yang dikemukakan oleh
Fayol adalah sebagai berikut :
1. Pembagian
pekerjaan, prinsip ini sama dengan pembagian tenaga kerja menurut Adam Smith,
spesialisai meningkatkan hasil yang membuat tenaga kerja lebih efisien.
2. Wewenang.
Manajer harus memberi perintah, wewenang akan membuat mereka melakukan dengan
baik.
3. Disiplin.
Tenaga kerja harus membantu dan melaksanakan aturan yang ditentukan organisasi.
4. Kesatuan
komando. Setiap tenaga kerja menerima perintah hanya dari yang berkuasa.
5. Kesatuan
arah. Beberapa kelompok aktivitas organisasi yang mempunyai tujuan yang sama
dapat diperintah oleh seorang manajer meggunakan satu rencana
6. Mengalahkan
kepentingan individu untuk kepentingan umum. Kepentingan setiap orang, pekerja
atau kelompok pekerja tidak dapat diutamakan dari kepentingan organisasi secara
keseluruhan.
7. Pemberian
upah. Pekerja harus dibayar dengan upah yang jelas untuk pelayanan mereka.
8. Pemusatan.
Berhubungan dengan perbandingan yang mana mengurangi keterlibatan dalam
pengambilan keputusan.
9. Rentang
kendali. Garis wewenang dari manajemen puncak pada tingkatan di bawahnya
merepresentasikan rantai skalar.
10. Tata
tertib. Orang dan bahan-bahan dapat ditempatkan dalam hal yang tepat dan dalam
waktu yang tepat.
11. Keadilan.
Manajer dapat berbuat baik dan terbuka pada bawahannya.
12. Stabilitas
pada jabatan personal. Perputaran yang tinggi merupakan ketidakefisienan.
13. Inisiatif.
Tenaga kerja yang menyertai untuk memulai dan membawa rencana yang akan
menggunakan upaya pada tingkat tinggi.
14. Rasa
persatuan. Kekuatan promosi tim akan tercipta dari keharmonisan dan kesatuan
dalam organisasi.
Fokus utama teori administrasi menurut
Fayol adalah penentuan tipe spesialisasi dan hirarki yang paling mengoptimalkan
efisiensi organisasi. Teori administrasi dibangun atas empat pilar utama: yiatu
pembagian tenaga kerja, proses skala dan fungsional, struktur organisasioanal
dan rentang kendali (span of control).
Henry Fayol menyatakan bahwa suatu
organisasi itu diatur berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut :
ü Adanya
pembagian kerja;
ü Adanya
otoritas dan tanggung jawab;
ü Adanya
disiplin;
ü Adanya
kesatuan komando;
ü Adanya
kesatuan pengarahan;
ü Adanya
sistem penggajian;
ü Adanya
sentralisasi;
ü Adanya
jenjang pengawasan; Dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ali, Farid. 2014. Teori dan Konsep Adminsitrasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Islamy, M. Irfan. 2014. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan
Negara. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Mahmudi. 2013. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Pasolong, Harbani. 2014. Teori Administrasi Publik. Bandung :
Alfabeta.
Thoha, Miftah. 2015. Ilmu Administrasi Publik Kontemporer.
Jakarta: Kencana.
Tjiptoherijanto, Prijono dan Mandala
Manurung. 2010. Paradigma Administrasi Publik
dan Perkembangannya. Jakarta: UI Press.
Internet
Akmal,
Ikramullah. 2011. Teori-Teori
Administrasi Publik Klasik.
http://ikamullahakmal.blogspot.co.id/2013/03/teori-dalam-administrasi-publik-klasik.html.
Di akses 30 Oktober 2016.
Arifin,
Badrul. 2014. Sejarah Pemikiran
Wilson,Goodnow, Gullick, dan Urwick. Para Tokohan.
http://badarifin.blogspot.co.id/2014/04/sejarah-pemikiran-wilsongoodnowgullick.html.
Di akses 30 Oktober 2016.
Handayani,
Nurul Setyawati. 2016. Tokoh Teori
Manajemen (Luther Gulick, Hanry Fayol, dan Frederick Winslow Taylor.
http://nurulsetyawati.blogspot.co.id/2016/02/tokoh-teori-manajemen.html. Di akses
30 Oktober 2016.
Hari,
Leon Manua. 2012. Teori Manajemen Ilmiah
dari Frederick W. Taylor, http://studimanajemen.blogspot.co.id/2012/08/teori-manajemen-ilmiah-dari-frederick-w.html.
Di Akses 30 Oktober 2016.
sangat membantu!! thx ka
BalasHapussiap
Hapus